Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tradisi unik 'Pondok Cinta' Suku Kreung Kamboja

Suku Kreung yang berada di timur Kamboja adalah etnis minoritas yang mendiami 27 desa di distrik Ratanakiri. Suku ini cukup terkenal lantaran tradisinya uniknya yang menyangkut masalah jodoh.  


Di sini, penduduk etnis setempat mempunyai kebebasan dalam menjalin hubungan intim dengan orang yang disukainya. Tapi tidak berarti para lelaki di sana bisa seenaknya berhubungan dengan para wanita, karena para wanitanya pun diberi hak untuk memilih siapa yang pantas jadi jodohnya. 


Para pemuda dan pemudi Suku Kreung, Kamboja
Para pemuda dan pemudi Suku Kreung, Kamboja

Biasanya setelah anak gadisnya telah beranjak remaja atau setelah berusia 13 - 15 tahun, orang-orang tua mereka akan membangun sebuah pondok mungil dari anyaman bambu yang mereka sebut dengan 'pondok cinta' atau 'rumah perawan'. Pondok itu nantinya akan digunakan oleh sang gadis untuk menemukan cinta sejatinya, dengan mengajak para pria, mengenal lebih dekat, dan jika mereka mau, mereka bisa melakukan hubungan intim di dalam pondok tersebut. 

Namun pendekata  antara anak remaja pria dan wanita di pondok tersebut tidak selalu harus berakhir dengan hubungan intim, karena ada kalanya mereka hanya berbincang-bincang saja sepanjang malam dan tertidur. 


Para pemuda dan pemudi Suku Kreung, Kamboja


Penduduk etnis Kreung memang sangat menghargai hubungan badan pra nikah, karena menurut mereka seorang gadis bisa dianggap dewasa dan mandiri jika telah melepaskan keperawanannya, yang mana dalam budaya lain hubungan badan di luar nikah dianggap sebagai sesuatu yang dilarang dan dianggap kehilangan kesucian dan kehormatan. 

Tradisi tersebut dipelihara selama turun-temurun, dengan tujuan untuk menciptakan kondisi bagi seorang remaja puteri untuk belajar bertanggung jawab dan lebih berhati-hati dalam urusan hubungan intim. 

Selama ini pun, masih banyak orang tua para gadis yang merasa keberatan jika anak mereka harus 'berhubungan' dengan beberapa orang lelaki, sebelum anak gadisnya itu menemukan cinta sejatinya yang bisa menjamin anak gadisnya akan aman dan diperlakukan dengan sangat baik oleh pemuda yang ia cintai.

Selain itu, hukuman dan denda akan ditetapkan pada pria yang memaksa untuk melakukan hubungan badan dengan sang gadis. Hukuman tersebut biasanya berupa denda berupa penyitaan terhadap seluruh hasil panen keluarganya, akibatnya rasa malu akan dialami oleh pemuda dan seluruh keluarganya. 

Meski kebanyakan dari mereka menikah pada usia yang sangat muda, namun kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian sangat jarang terjadi. 

Kini, tradisi unik tersebut perlahan mulai tergerus arus globalisasi dan budaya barat. Nilai tradisi mereka sudah mulai terpengaruh oleh budaya Khmer yang menganggap hubungan intim pra nikah adalah sesuatu yang negatif.  

Meski begitu, masih ada beberapa desa yang tetap mempertahankan tradisi tersebut, salah satunya adalah Desa Tang Kamal, namun lambat tapi pasti, tradisi itu pun pasti akan terkisis.

Perubahan gaya hidup dan ekonomi memuat mereka lebih memilih alternatif lain, yaitu membangunkan kamar khusus untuk puteri mereka dari pada membangun sebuah pondok kecil dari bambu yang terpisah dari rumah mereka. 

Selain itu, perkembangan teknologi membuat para remaja sangat mudah mendapatkan akses terhadap pornografi. Akibatnya banyak dari mereka yang mulai tidak menghargai wanita dengan memaksakan kehendak. 

Baca juga: