Misteri dalang G30S dalam memo rahasia CIA
Peristiwa G30S-PKI adalah sejarah kelam yang pernah terjadi pada bangsa ini, namun selama bertahun-tahun, siapa dalam dibalik tragedi tersebut masih jadi misteri. Beberapa hari lalu, Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) mengungkap memo rahasia yang dibuat pada tahun 1961-1969 kepada publik. Dari ratusan dokumen tersebut salah satunya berisi catatan tentang peristiwa 30 September 1965.
Memo-memo milik CIA itu sebagian diberi label "For the President's Eyes Only" yang berarti hanya bisa diketahui oleh pejabat presiden. Memo-memo tersebut sebagian besar adalah berkas-berkas laporan yang dikirim setiap hari oleh CIA untuk disampaikan pada presiden di Gedung Putih. Memo tersebut dikenal sebagai President's Daily Brief atau PDB yang berisi rangkuman kegiatan CIA atas situasi di seluruh dunia.
Mengenai informasi tentang gerakan 3 September di Jakarta, CIA tidak pernah secara terbuka terlibat dalam peristiwa itu. Namun dalam memo-memo tersebut, pihak intelijen AS ini melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto dan para perwira yang loyal pada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Salah satu paragraf dari memo terkait G30S 1965, CIA menyatakan bahwa "Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah untuk melemahkan kekuatan PKI."
Laporan itu juga menulis, "Enam jenderal, termasuk pemimpin militer, Yani, tampaknya disandera pelaksana kudeta. Setidaknya dua perwira militer dikatakan terbunuh dan lainnya, termasuk Yani dan Menteri Pertahanan Nasution, terluka. Mayor Jenderal Soeharto memimpin kontrakudeta beberapa jam kemudian. Dia mengambil alih radio Jakarta...."
"Belum jelas apakah Partai Komunis akan bereaksi. Salah satu laporan menyatakan partai bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Militer juga mencari peluang untuk melemahkan kekuatan PKI saat ada kesempatan."
"Semua bergantung pada kondisi Sukarno. Jika ia meninggal atau tak berdaya secara serius, bisa berujung pada perang sipil berdarah. Kemungkinan lain adalah adanya upaya baru dari pulau lain, khususnya Sumatera, untuk keluar dari dominasi Jawa."
Dalam kaitannya tersebut, Badan Intelijen milik Amerika Serikat itu memberikan rekomendasi pada Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya bisa melapangkan jalan bagi bangkitnya Orde Baru.
"Situasi Indonesia sementara ini membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden."
Memo tersebut walaupun masih bisa diakses namun beberapa kalimat disensor dengan menggunakan stabilo warna putih. Mereka mengakui ada informasi-informasi yang tetap sensitf hingga 50 tahun masa kadaluarsa.
Selain menyoal Indonesia, memo-memo milik CIA itu juga banyak berisi laporan-laporan tentang pergerakan Uni Soviet, terutama skandal penempatan rudal balistik di Kuba pada tahun 1962 yang nyaris memicu terjadinya perang nuklir. Yang unik adalah, dari ribuan memo-memo tersebut , tidak ada satupun yang menyinggung mengenai pembunuhan Presiden John F. Kennedy di Dallas pada tanggal 25 November 1963.
Dari pandangan para sejarawan, peristiwa 30 September 1965 terjadi akibat manuver politik terkait perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Sikap Presiden Soekarno yang mulai merapat dengan Uni Soviet itu yang membuat pihak barat dalam hal ini Amerika merasa sangat khawatir.
Memo-memo milik CIA itu sebagian diberi label "For the President's Eyes Only" yang berarti hanya bisa diketahui oleh pejabat presiden. Memo-memo tersebut sebagian besar adalah berkas-berkas laporan yang dikirim setiap hari oleh CIA untuk disampaikan pada presiden di Gedung Putih. Memo tersebut dikenal sebagai President's Daily Brief atau PDB yang berisi rangkuman kegiatan CIA atas situasi di seluruh dunia.
Mengenai informasi tentang gerakan 3 September di Jakarta, CIA tidak pernah secara terbuka terlibat dalam peristiwa itu. Namun dalam memo-memo tersebut, pihak intelijen AS ini melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto dan para perwira yang loyal pada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Salah satu paragraf dari memo terkait G30S 1965, CIA menyatakan bahwa "Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah untuk melemahkan kekuatan PKI."
Laporan itu juga menulis, "Enam jenderal, termasuk pemimpin militer, Yani, tampaknya disandera pelaksana kudeta. Setidaknya dua perwira militer dikatakan terbunuh dan lainnya, termasuk Yani dan Menteri Pertahanan Nasution, terluka. Mayor Jenderal Soeharto memimpin kontrakudeta beberapa jam kemudian. Dia mengambil alih radio Jakarta...."
"Belum jelas apakah Partai Komunis akan bereaksi. Salah satu laporan menyatakan partai bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Militer juga mencari peluang untuk melemahkan kekuatan PKI saat ada kesempatan."
"Semua bergantung pada kondisi Sukarno. Jika ia meninggal atau tak berdaya secara serius, bisa berujung pada perang sipil berdarah. Kemungkinan lain adalah adanya upaya baru dari pulau lain, khususnya Sumatera, untuk keluar dari dominasi Jawa."
Dalam kaitannya tersebut, Badan Intelijen milik Amerika Serikat itu memberikan rekomendasi pada Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya bisa melapangkan jalan bagi bangkitnya Orde Baru.
"Situasi Indonesia sementara ini membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden."
Memo tersebut walaupun masih bisa diakses namun beberapa kalimat disensor dengan menggunakan stabilo warna putih. Mereka mengakui ada informasi-informasi yang tetap sensitf hingga 50 tahun masa kadaluarsa.
Selain menyoal Indonesia, memo-memo milik CIA itu juga banyak berisi laporan-laporan tentang pergerakan Uni Soviet, terutama skandal penempatan rudal balistik di Kuba pada tahun 1962 yang nyaris memicu terjadinya perang nuklir. Yang unik adalah, dari ribuan memo-memo tersebut , tidak ada satupun yang menyinggung mengenai pembunuhan Presiden John F. Kennedy di Dallas pada tanggal 25 November 1963.
Dari pandangan para sejarawan, peristiwa 30 September 1965 terjadi akibat manuver politik terkait perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Sikap Presiden Soekarno yang mulai merapat dengan Uni Soviet itu yang membuat pihak barat dalam hal ini Amerika merasa sangat khawatir.