Ternyata kingkong pernah hidup di tanah Jawa
Tanah Jawa masih memendam misteri lama yang belum terungkap, setelah penemuan situs Gunung Padang yang meggegerkan, diyakini pula kalau di tanah Jawa ini pernah hidup kera raksasa purba atau kingkong dengan tinggi lebih dari 3 meter.
Teori mengenai keberadaan kingkong di tanah jawa terungkap setelah ditemukannya fosil kera raksasa purba pertama di situs Semedo, Tegal, Jawa Tengah pada bulan Juli tahun 2014 lalu.
Fosil yang berupa tulang rahang bawah ini pada awalnya diduga milik manusia, namun saat menganalisa ukuran dua gigi geraham yang cukup besar, pihak Balai Arkeologi Yogyakarta menyimpulkan bahwa fosil ini bukanlah milik manusia, melainkan kera raksasa atau kingkong.
Penemuan fosil ini cukup mengejutkan, sebab selama ini kera raksasa atau Gigantopithecus yang tingginya bisa mencapai lebih 3 meter dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan dan Vietnam.
"Ini merupakan penemuan pertama di Indonesia," kata Siswanto. Ia juga menambahkan kalau kera raksasa yang ditemukan di Semedo ini berbeda dengan yang ditemukan di Asia Selatan dan Tiongkok. "Kalau di India, misalnya, ukurannya lebih kecil,' ujarnya.
Di dunia terdapat beberapa jenis Gigantopithecus yang tersebar secara global, di antaranya G giganteus, G bilaspurensis dan G blacki. Sedangkan jenis yang ditemukan di Semeda adalah dari jenis G blacki.
Fosil tulang Gigantopithecus ini ditemukan di lapisan tanah dengan umur geologi yang mencapai satu juta tahun lalu. Lokasi penemuan ini menjadi bukti baru bahwa kingkong atau kera raksasa ini pernah hidup dan menyebar di Indonesia.
Berjuta-juta tahun yang lalu, daratan Asia dan gugusan kepulauan di Nusantara seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan masih tergabung dalam satu daratan atau pulau raksasa. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan penyebaran spesies kera raksasa hingga ke Indonesia. Spesies ini diyakini hidup pada masa pleistosen hingga lebih kurang 200.000 tahun lalu, dan kepunahan spesies ini diduga akibat perubahan iklim.
"Ada perubahan iklim yang mendadak dari ekstrim dingin menjadi kering. Kera-kera raksasa dengan ukurannya yang cukup besar tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga menyebabkan kepunahannya." kata Siswanto lebih lanjut.
Ia juga percaya kalau kera raksasa ini tidak hanya ditemukan di tanah Jawa saja, tapi kemungkinan besar juga hidup di Sumatera dan Kalimantan. Namun karena pengendapan di Sumatera dan Kalimantan, sehingga tidak memungkinkan sebuah tulang akan jadi awet dan menjadi fosil.
Teori mengenai keberadaan kingkong di tanah jawa terungkap setelah ditemukannya fosil kera raksasa purba pertama di situs Semedo, Tegal, Jawa Tengah pada bulan Juli tahun 2014 lalu.
Fosil yang berupa tulang rahang bawah ini pada awalnya diduga milik manusia, namun saat menganalisa ukuran dua gigi geraham yang cukup besar, pihak Balai Arkeologi Yogyakarta menyimpulkan bahwa fosil ini bukanlah milik manusia, melainkan kera raksasa atau kingkong.
Fosil geraham kera raksasa yang ditemukan |
Penemuan fosil ini cukup mengejutkan, sebab selama ini kera raksasa atau Gigantopithecus yang tingginya bisa mencapai lebih 3 meter dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan dan Vietnam.
"Ini merupakan penemuan pertama di Indonesia," kata Siswanto. Ia juga menambahkan kalau kera raksasa yang ditemukan di Semedo ini berbeda dengan yang ditemukan di Asia Selatan dan Tiongkok. "Kalau di India, misalnya, ukurannya lebih kecil,' ujarnya.
Di dunia terdapat beberapa jenis Gigantopithecus yang tersebar secara global, di antaranya G giganteus, G bilaspurensis dan G blacki. Sedangkan jenis yang ditemukan di Semeda adalah dari jenis G blacki.
Fosil tulang Gigantopithecus ini ditemukan di lapisan tanah dengan umur geologi yang mencapai satu juta tahun lalu. Lokasi penemuan ini menjadi bukti baru bahwa kingkong atau kera raksasa ini pernah hidup dan menyebar di Indonesia.
Berjuta-juta tahun yang lalu, daratan Asia dan gugusan kepulauan di Nusantara seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan masih tergabung dalam satu daratan atau pulau raksasa. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan penyebaran spesies kera raksasa hingga ke Indonesia. Spesies ini diyakini hidup pada masa pleistosen hingga lebih kurang 200.000 tahun lalu, dan kepunahan spesies ini diduga akibat perubahan iklim.
"Ada perubahan iklim yang mendadak dari ekstrim dingin menjadi kering. Kera-kera raksasa dengan ukurannya yang cukup besar tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga menyebabkan kepunahannya." kata Siswanto lebih lanjut.
Ia juga percaya kalau kera raksasa ini tidak hanya ditemukan di tanah Jawa saja, tapi kemungkinan besar juga hidup di Sumatera dan Kalimantan. Namun karena pengendapan di Sumatera dan Kalimantan, sehingga tidak memungkinkan sebuah tulang akan jadi awet dan menjadi fosil.