Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Srikandi ksatria wanita berhati baja

Srikandi dalam budaya kita merupakan sosok perempuan tangguh yang juga seorang istri dari Arjuna sang Ksatria Panengah Pandawa. 

Dalam Mahabharata dikisahkan bahwa Srikandi terlahir dalam wujud seorang wanita namun karena sejak kecil Srikandi diasuh laksana seorang pria, alhasil Srikandi dikisahkan menjadi seorang ksatria wanita berhati baja.

Baik versi Mahabharata dan versi pewayangan Jawa, kisah mengenai Srikandi tidak jauh berbeda, hanya saja dalam versi Jawa Srikandi disebutkan menikah dengan Arjuna. Lalu siapakah sosok Srikandi ini sebenarnya? Mari kita cari tahu kisahnya berikut ini. 


Sebuah awal dari kisah

Diceritakan Raja Sentanu memiliki seorang putra dari Dwi Gangga yang diberi nama Dewabrata atau Bhisma. Selain itu Ia pun memiliki dua orang putra lagi dari hasil perkawinannya dengan Dewi Setyawati yang bernama Chitrangada dan Wicitrawirya. Lantaran telah bersumpah untuk tidak kawin seumur hidupnya (Sukla Brahmacari) membuat Bhisma tidak bisa naik tahta. 



Srikandi dan Arjuna

Chitrangada kemudian memimpin kerajaan tersebut sampai akhirnya ia tewas dalam perang melawan Gandarwa. Saat itu, Wicitrawirya belum cukup umur untuk menjadi raja, tampuk pemerintahan pun dijalankan oleh Bhisma.

Tiba saatnya Wicitrawirya untuk memilih permaisurinya. Bhisma pun pergi ke Istana Raja Kasi karena ia mendengar sang raja akan mengadakan sayembara untuk putri-putrinya. Bhisma ikut atas nama adiknya, Wicitrawirya. Namun, peserta lain tidak tahu sehingga mereka mencemooh Bhisma telah lupa akan sumpahnya.

Bhisma kemudian marah besar dan menantang semua pangeran yang hadir. Bhisma pun memenangkannya dan sekaligus memboyong ketiga putri, Amba, Ambika, dan Ambalika untuk Wicitrawirya.

Raja Salwa dari Kerajaan Saubala kemudian menghadang perjalanan mereka. Raja Salwa dan Amba sebenarnya sudah menjalin kasih dan sama sama suka. Namun, Bhisma dapat menaklukkan Raja Salwa dan akhirnya melanjutkan perjalanannya ke Hastinapura.

Pernikahan Wicitrawirya dengan ketiga putri tersebut sudah disiapkan dengan baik. Amba kemudian memohon kepada Bhisma karena sesuai ajaran kitab suci (Veda), Amba sudah memilih Salwa menjadi suaminya. Bhisma pun mengantarkan Amba kepada Salwa. Sayangnya, Salwa sudah merasa terhina dan menolak untuk menikahi Amba.

Namun ketika mereka kembali ke Hastinapura, Wicitrawirya menolak menikahi Amba yang sudah memiliki laki-laki lain, Amba kemudian memohon agar Bhisma menikahinya, tetapi hal itu tak mungkin dilakukan oleh Bhisma yang telah terikat oleh sumpahnya.



Selama enam tahun Amba menjalani sisa hidupnya dengan penderitaan. Kesedihannya telah berubah menjadi rasa benci yang berbuah dendam pada Bhisma yang ia anggap telah merusak jalan hidupnya.

Tak ada satupun ksatria yang mampu dan mau mengalahkan Bhisma. Akhirnya, Amba melakukan tapa yang sangat berat dan memohon berkat kepada Dewi Subrahmanya. Dewi Subrahmanya memberikannya kalung bunga teratai. Siapapun yang menggunakan kalung itu akan menjadi musuh Bhisma.

Sekali lagi Amba mencari ksatria untuk menolongnya, namun sia sia. Ia kemudian memohon kepada Raja Drupada, tetap saja ditolak. Amba akhirnya meninggalkan kalung bunga teratai itu di pintu gerbang istana Raja Drupada, lalu ia mengembara ke hutan.

Parasurama iba melihat kesedihan Amba dan bersedia melawan Bhisma. Namun, tetap saja Bhisma yang menang. Amba putus asa, tidak ada manusia yang dapat menolongnya. Kemudian ia pergi ke Himalaya dan bertapa memohon belas kasih Dewa Siwa. Dewa Siwa pun merestuinya pada kehidupan selanjutnya Amba akan dapat membunuh Bhisma sendiri.

Srikandi titisan Dewi Amba

Diceritakan mengenai kelahiran Srikandi yang merpakan putri dari Raja Drupada dan Dewi Gandawati. Beberapa tahun kemudian, Srikandi melihat sebuah kalung bunga teratai (puspamala) yang tergantung yang digantungnya dalam masa kehidupan sebelumnya.



Kalung itu tetap berada di sana tanpa ada yang berani menyentuhnya. Srikandi pun memberanikan diri menggunakan kalung itu, dan ketika Raja Drupada melihat hal itu ia pun marah dan memutuskan untuk mengasingkan putrinya itu ke dalam hutan.

Selama di hutan Srikandi melakukan tapa dan secara ajaib ia berubah menjadi seorang laki-laki, dalam versi lain diceritakan bahwa Srikandi di usir oleh Drupada setelah mengetahui bahwa Srikandi akan menjadi musuh Bhisma ketika menyentuh kalung itu, dari pada menanggung resiko dimusuhi oleh Bhisma ia pun mengusir Srikandi ke dalam hutan dan di hutan Srikandi bertemu dengan seorang yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya pada Srikandi, dan setelah kematiannya kejantannya kembali diberikan pada yaksa.




Dalam kisah pewayangan Jawa, Srikandi lahir karena keinginan kedua orangtuanya yaitu Drupada dan Dewi Gandawati yang ingin melahirkan anaknya dengan normal. Karena sebelumnya, kakak-kakak dari Srikandi ini terlahir melalui sebuah ritual upacara yaitu Dewi Drupadi dan Drestadyumna yang terlahir dari puja semadi, di mana Drupadi terlahir dari bara api sedangkan Drestadyumna terlahir dari asapnya.

Kiprah Srikandi dalam Bharatayuddha

Sesuai usulan dari Krishna, para Pandawa meminta pada Srikandi agar menjadi kusir kereta Arjuna menggantikan Krishna, karena hanya itulah cara yang bisa dilakukan untuk mengalahkan Bhisma panglima perang Kurawa.



Di Medan Perang di Kurukshetra itu, Bhisma menyadari bahwa Srikandi adalah reinkarnasi dari Amba yang pernah mengutuknya. Sesuai dengan tata krama perang Bhisma tidak mungkin melawan seorang wanita, terlebih Bhisma pernah bersumpah akan menanggalkan seluruh senjatanya ketika menghadapi kematiannya.



Satu buah busur panah berhasil membuat Bhisma tersungkur, dan dengan demikian Arjuna dna para Pandawa yang semula ragu memanah kakek kesayangan mereka itu pun mulai menyerang dengan ratusan anak panah yang langsung menancap di seluruh tubuh Bhisma.


Setelah perang bharatayuddha selesai, Srikandi dibunuh oleh Aswatama yang menyusup di tengah malam untuk membunuh para Pandawa. Dalam peristiwa itu lima orang anak Pandawa dari Drupadi meninggal dibunuh oleh Aswatama yang menyangka mereka sebagai Pandawa lima.