Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arjuna Ksatria Panengah Pandawa dalam Budaya Jawa

Arjuna, sang panengah Pandawa adalah tokoh yang sangat terkenal di Nusantara, kepopuleran Arjuna pun tampak dalam beberapa kakawin, seperti  Kakawin ArjunawiwāhaKakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana yang ditemukan di Jawa dab Bali. 

Setelah kemunculan film serial Mahabharat yang disiarkan di salah satu stasiun TV swasta di Indonesia, nama Arjuna kembali menjadi terkenal setelah diperankan oleh Shaheer Sheikh

Pada kali ini, kita akan berkenalan lebih lanjut dengan sosok Arjuna yang tidak terungkap dalam kisah Mahabharata versi India.

Dikisahkan Arjuna adalah anak anugerah Dewi Kunti dari Dewa Indra ketika suaminya Pandu merasa tidak bisa menggaulinya sebagaimana seorang suami setelah terkena kutukan dari seorang resi. 


Sebagai seorang ksatria, Arjuna adalah seorang yang gemar bertualang, bertapa dan berguru untuk menuntut ilmu. Guru-gurunya pun tidak sembarangan, ia pernah mengabdikan baktinya pada Resi Drona, juga pernah menjadi murid Resi Padmanaba dari Untarayana. Bahkan Arjuna pun pernah menjadi Brahmana di Mintaraga yang bergelar Bagawan Ciptaning.

Kiprahnya pun tidak sedikit, ia pernah menjadi ksatria unggulan para dewa yang dipilih untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, seorang raja raksasa dari negara Manimantaka sehinga atas jasanya itu Arjuna dinobatkan menjadi raja di Kahyangan Dewa Indra dengan gelar Prabu Karitin dan mendapatkan anugerah Pusaka-Pusaka sakti dari para dewa yaitu Gendewa dari Bhatara Indra, Panah Ardadadali dari Bhatara Kuwera, Panah Cundamanik dari Bhatara Narada. 

Arjuna memang memiliki sifat yang cerdik pandai, pendiam namun teliti, penuh sopan dan santun, berani dan suka melindungi pihak yang lemah. Ia juga yang memimpin Kadipaten Madukara yang berada dalam wilayah Amarta. Setelah perang Bharatayuddha berakhir, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Kehidupan Arjuna berakhir dalam perjalanan sucinya ke Himalaya, ia meninggal dengan sempurna (moksa) bersama dengan saudaranya yang lain kecuali Yudhistira yang berhasil mendaki sampai puncaknya. 

Dalam pewayangan Jawa, Arjuna disebutkan sebagai petarung tanpa tanding di medan laga,memiliki tubuh ramping namun berparas rupawan, berhati lembut meski berkemauan baja, seorang ksatria dengan segudang istri tapi sangat setia pada keluarga-keluarganya itu. Dalam budaya dan tradisi Jawa Arjuna merupakan perwujudan lelaki sesungguhnya. 

Sebagai seorang ksatria sejati, Arjuna memiliki beberapa pusaka sakti lainnya, di antarnya : 
Keris Kiai Kalanadah yang diberikannya pada Gatotkaca ketika ia mempersunting Dewi Pergiwa (Putri Arjuna), Panah Sangkali yang didapatnya dari Resi Drona, Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati dari Bhatara Guru, Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris kiai Baruna, Keris Pulanggeni yang kemudian diberikannya pada Abimanyu, Terompet Dewanata, Cupu yang berisi minyak Jayengkaton pemberian Bagawan Wilawuk dari Pringcendani, dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. 

Selain memiliki beberapa senjata pusaka, Arjuna juga sangat menguasai beberapa mantera dan aji-ajian di antaranya Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasihan dan Asmaragama. 

Dalam berpakaian Arjuna lebih mennyukai mengenakan pakaiaan yang melambangkan kebesaran yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo lengkap dengan ikat pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal. 


Dalam Kisah Mahabharata versi India,Arjuna dikenal memiliki beberapa orang istri di antaranya Drupadi dan Subadra, namun dalam kisah pewayangan Jawa Arjuna memiliki banyak istri-istri yang siap melayaninya kapan saja, di antaranya adalah : 
  1. Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu;
  2. Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra;
  3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras;
  4. Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan;
  5. Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti;
  6. Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka;
  7. Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni;
  8. Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga;
  9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati;
  10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma;
  11. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa;
  12. Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada;
  13. Dewi Maheswara;
  14. Dewi Retno Kasimpar;
  15. Dewi Dyah Sarimaya;
  16. Dewi Srikandi.
Selain terkenal sebagai ksatria panengah Pandawa, Arjuna memiliki banyak julukan yang dialamatkan kepadanya, berikut beberapa nama dan julukan untuk Arjuna putera Pandu: 

Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong) "Begawan Mintaraga" adalah nama yang digunakan oleh Arjuna saat menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan digunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria dari pihak Korawa, dan tidak jarang ia membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. 


Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari Srikandi. 

Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. 


Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.


Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha-yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. 

Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, ia bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, ia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Arjuna hugs Babruvahana

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon merupakan kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. 

Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna. Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. 


Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir Tuhan. 


Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Dalam perjalanannya menuju Himalaya, mereka (Pandawa) dihadang oleh sebuah api yang sangat besar yaitu Agni, ia meminta pada Arjuna agar menyerahkan senjata Gandiwa serta tabung dan anak panahnya yang tak pernah habis itu pada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir pada zaman Dwaparayuga. Akhirnya dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya itu ke lautan tempat kediaman dari Baruna.  

Setelah itu Agni pun menghilang dari hadapannya dan Pandawa pun kembali melakukan perjalanannya. Dalam pendakian menuju puncak Himalaya yang disebut sebagai tempat bersemayam para dewa, Arjuna gugur di tengah perjalanan menyusul Nakula, Sahadewa, dan Drupadi


Itulah akhir cerita dari tokoh panengah Pandawa yang menjadi pujaan banyak wanita di seluruh Kerajaan.