Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kelahiran Nabi Muhammad SAW, Krakatau dan Masuknya Islam ke Nusantara

Kelahiran Nabi Muhammad SAW, Krakatau dan Masuknya Islam ke Nusantara - Di tahun 535 M, yaitu beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah ( 20 April 571), beberapa gunung berapi di dunia meletus dengan sangat hebatnya, termasuk Gunung Krakatau yang ada di  Nusantara. 

Kelahiran Nabi Muhammad SAW, Krakatau dan Masuknya Islam ke Nusantara


Akibat letusan yang cukup hebat dari beberapa gunung-gunung berapi tersebut, selama beberapa tahun sesudahnya, hampir di seluruh bagian dunia mengalami hujan abu, bahkan cahaya matahari pun tidak bisa menembus lapisan tebal awan debu vulkanik yang terbawa oleh angin.

Letuan Krakatau pada tahun 535 itu juga menyebabkan bencana tsunami yang terjadi secara terus-menerus di sepanjang Selat Sunda. Tsunami tersebut muncul akibat fenomena geologi di antaranya adalah letusan gunung berapi bawah laut. Ledakan hebat dari Gunung Krakatau tersebut ternyata menyebabkan tsunami yang sangat bear dan berdampak pada seluruh dunia, bahkan beberapa wilayah terdekat di Jawa Barat terkena dampaknya. Peristiwa tersebut terjadi pada masa Kerajaan Tarumanagara



Dalam buku yang berjudul "Catasthrope" An Investigation into the Origns of the Modern World (1999)", penulis buku tersebut David Keys yang juga seorang arkeolog dan koresponden harian "The Independent" London menyimpulkan bahwa letusan Krakatau pada tahun 416 M atau 535 M memberi perubahan besar pada peradaban dunia secara global. Angka 416 M dikutip Keys dari sebuah tulisan Jawa Kuno yang berjudul "Pustaka Raja Purwa" yang jika diterjemahkan bertuliskan: 

"Ada suara guntur yang menggelegar yang berasal dari Gunung Batuwara. Ada goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Lalu datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai itu menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Jawa Dwipa terbelah menjadi dua, dan terciptalah pulau Sumatera ". Menurut tulisan tersebut, Gunung Krakatau purba memiliki tinggi 2000 mdpl dengan lingkar pantai mencapai 11 kilometer. 


Pulau Jawa sebelum dan sesudah terpisah dengan Sumatera

Sementara itu, di tempat terpisah, seorang bishop Suriah, John dari Efesus, menulis sebuah chronicle sekitar tahun 535 - 536 M, yang bertuliskan: "Ada tanda-tanda dari Matahari, tanda-tanda yang belum pernah dilihat atau dilaporkan sebelumnya. Matahari menjadi gelap, dan kegelapannya berlansung selama 18 bulan. Setiap harinya hanya terlihat selama empat jam, itu pun samar-samar. Setiap orang mengatakan bahwa Matahari tidak akan pernah mendapatkan terangnya lagi," sedangkan sebuah dokumen yang berasal dari negeri Cina menyebutkan bahwa " Suara guntur yang sangat keras terdengar hingga ribuan mil jauhnya ke barat daya Cina." 



Dalam kondisi cuaca yang masih terpengaruh oleh letusan Gunung Krakatau dan gunung-gunung lain yang murka tersebut, Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 12 Rabi'ul awal tahun Gajah, yaitu setelah penyerangan pasukan gajah pimpinan Abrahah ke kota Makkah.  Ayah Nabi bernama Abdullah, sedangkan ibunda bernama Aminah. Abdullah ini merupakan keluarga Bani Hasyim yang sangat dihormati oleh Suku Quraisy. Sang Paman bernama Abu Thalib, yang juga merupakan ayah dari Ali bin Abu Thalibb, sedangkan kakek Nabi bernama Abdul Muthalib. 


Masuknya Islam ke Nusantara 


HIkayat Raja-Raja Pasai mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menyuruh para sahabat untuk berdakwah di suatu tempat yang bernama Samudra. Dalam HIyakat tersebut disebutkan bahwa  Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Bahwa sepeninggalku ada sebuah negeri di atas angin samudera namanya. Apabila ada didengar khabar negeri itu maka kami suruh engkau (menyediakan) sebuah kapal membawa perkakas dan kamu bawa orang dalam negeri (itu) masuk Islam serta mengucapkan dua kalimah syahadat. Syahdan, (lagi) akan dijadikan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam negeri itu terbanyak daripada segala Wali Allah jadi dalam negeri itu“…. 


Adapun negeri Samudera yang dimaksud kemungkinan besar adalah Kerajaan Samudra pasai, namun pendapat ini masih dianggap lemah karena Kerajaan Samudra Pasai baru muncul 600 tahun setelah wafatnya Rasulullah. Meski begitu, terlepas dari apakah memang negeri ini mempunyai kaitannya dengan kebenaran Hadist dari Rasulullah atau tidak, namun Nusantara (yang faktanya merupakan wilayah yang dikelilingi oleh Samudra), telah menjadi lahan dakwah pada waktu Baginda Rasul masih hidup. 


Jalur Sutra penyebaran Islam ke Nusantara

Hal tersebut bisa dibuktikan dengan ditemukannya nisan Syeikh Rukunuddin di Barrus (Fansur) yang kemungkinan adalah salah seorang sahabat dari Baginda Nabi. Pada waktu negeri maritim muncul, penyebaran agama Islam semakin diintensifkan. Salah satu bukti tertulis adalah ditemukannya surat korespondensi antara Raja Sriwijaya dengan Khalifah Umar bn Abdul Aziz, pada tahun 100 H.

G.E. Gerini seorang sejarawan asal Italia, dalam bukunya yang berjudul "Further India and Indo-Malay Archipelago" menyebutkan bahwa sekitar tahun 606 - 699 M telah banyak masyarakat Arab yang bermukim di Nusantara. Mereka masuk melalui Baru dan Aceh di Swarnabumi utara. Dari sanalah mereka menyebar hingga ke seluruh Nusantara dan sampai ke selatan Cina. 

Pada tahun 625 M, seorang sahabat Rasulullah Ibnu Mas'ud bersama kabilah Thoiyk, datang dan menetap di Sumatera. Dalam catatan Nusantara, Thoiyk disebut sebagai Ta Ce atau Taceh (sekarang Aceh). (Sumber : Akar Melayu, Kerajaan Melayu Islam Terawal di Nusantara, Kesultanan Majapahit, Realitas Sejarah Yang Disembunyikan [Hermanus Sinung Janutama]).


Berdasarkan catatan-catatan tersebut, siapa sesungguhnya pemeluk Islam pertama di Nusantara ini bisa disimpulkan seperti berikut ini:


Penganut Islam pertama


Kemungkinan besar penganut Islam pertama di Nusantara adalah para leluhur Bangsa Aceh, mereka inilah yang ikut serta menghantar Ibnu Mas'ud ra bersama kabilahnya. Dalam buku berjudul Arkeologi Budaya Indonesia (Jakob Sumardjo), diperoleh informasi bahwa berdasarkan catatan kekaisaran Cina, diberitakan mengenai adanya hubungan diplomatik dengan sebuah kerajaan Islam Ta Shi di Nusantara. Bahasa Cina menyebut muslim sebagai Ta Shi, yang berasal dari kata Parsi Tajik, atau kata arab untuk Kabilah Thayk (Thoiyk). Kabilah Thoiyk inilah kabilahnya Ibnu Mas'ud ra, salah seorang sahabat Nabi yang juga merupakan seorang pakar Al Quran ( Ref: Arkeologi Semiotik Sejarah Kebudayaan Nusantara). 


Islam dan Sriwijaya


 Raja dari Kerajaan Sriwijaya yang bernama Sri Indravarman disebut-sebut sebagai pemeluk Islam pertama. Di awal-awal abad ke-8, orang-orang Persia Muslim mulai menetap di Sriwijaya setelah mengungsi dari Kerusuhan Kanton. Perkembangan selanjutnya, sekitar tahun 717 M, diberitakan ada sekitar 35 kapal perang dari dinasti Umayyah yang berkunjung ke Sriwijaya, hal itu pun mempercepat perkembangan Islam di Sriwijaya. (Ref: Sejarah Umat Islam, karangan Prof. Dr. Hamka). 




Ditenggarai karena pengaruh kehadiran bangsa Persia muslim, dan orang muslim Arab yang banyak berkunjung di Sriwijaya, maka raja Srivijaya yang bernama Sri Indravarman masuk Islam pada tahun 718M (Sumber : Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Karangan H Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, 1979). 


Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat Buddha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di Syiria. Bahkan disalah satu naskah surat adalah ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dengan permintaan agar kholifah sudi mengirimkan da’i ke istana Srivijaya (Sumber : Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII & XVIII; Karangan Prof. Dr. Azyumardi Azra MA) (Sumber : Wikipedia : Kerajaan Melayu Kuno dan Hadits Nabi, Negeri Samudra dan Palembang Darussalam).


Islam dan Tanah Jawa 

 
Di tanah Jawa, pemeluk Islam pertama adalah Pangeran Jay Sim dari Suku Jawa, dan Rakeyan Sancang dari Suku Sunda.  


1) Pangeran Jay Sima

Hubungan komunikasi antara tanah Jawa dan Jazirah Arab, sudah terjalin cukup lama. Bahkan di awal Perkembangan Islam, telah ada utusan-utusan Khalifah, untuk menemui Para Penguasa di Pulau Jawa. Pada tahun 654M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, beliau mengirimkan utusannya Muawiyah bin Abu Sufyan ke tanah Jawa, yakni ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Kalingga pada saat itu, di pimpin oleh seorang wanita, yang bernama Ratu Sima. Dan hasil kunjungan duta Islam ini adalah, Pangeran Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam (Sumber : Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya

Menurut Carita Parahyangan Cicit Ratu Shima adalah Sanjaya yang menjadi Raja Galuh, dan menurut Prasasti Canggal adalah pendiri Kerajaan Medang di Mataram. Berdasarkan Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir Tarumanegara

2. Rakeyan Sancang

Rakeyan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Kerajaan Tarumanagara 561 – 618 M). Raja Suraliman Sakti ( 568 – 597 M ) Putra Manikmaya cucu Suryawarman Raja Kerajaan Kendan adalah saudara sepupu Rakeyan Sancang inilah yang sering dirancukan dengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Sangara, yang menurut Babad Godog di Garut terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat Suci.

Kertawarman merasa dirinya mandul, tahta Kerajaan diwariskan kepada adiknya Prabu Sudhawarman padahal sesungguhnya tanpa disadari sempat memiliki keturunan dari anak seorang pencari kayu bakar (wwang amet samidha) Ki Prangdami bersama istrinya Nyi Sembada tinggal di dekat Hutan Sancang di tepi Sungai Cikaengan Pesisir Pantai selatan Garut. Putrinya Setiawati dinikahi Kertawarman yang hanya digaulinya selama sepuluh hari, setelah itu ditinggalkan (dan mungkin dilupakan).


Setiawati merasa dirinya dari kasta sundra, tidak mampu menuntut kepada suaminya seorang Maharaja, ketika mengandung berita kehamilannya tidak pernah dilaporkan kepada suaminya hingga melahirkan anak laki-laki yang ketika melahirkan meninggal dunia. Anaknya oleh Ki Parangdami dipanggil Rakeyan mengingat keturunan seorang Raja, kelak Rakeyan dari Sancang itu pada usia 50 tahun pergi ke tanah suci hanya untuk menjajal kemampuan “kanuragan” Syaidina Ali bin Abi Thalib (599 -661) yang dikabarkan memiliki kesaktian ilmu perang/ ilmu berkelahi yang tinggi.


Rakeyan Sancang disebutkan hidup pada masa Imam Ali bin Abi Thalib. Sumber lainnya menyebutkan (640 M) Rakeyan Sancang tidak sempat berkelahi dengan Syaidina Ali bin Abi Thalib. namun menyatakan kalah akibat tidak mampu mencabut tongkat Syaidina Ali yang hanya menancap di tanah berpasir. Sejak itulah Rakeyan Sancang menyatakan dirinya masuk Islam kemudian meneruskan berguru kepada Syaidina Ali, Rakeyan Sancang diceritakan, turut serta membantu Imam Ali bin Abi Thalib dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M) mendapatkan bantuan dari seorang tokoh asal Asia Timur Jauh.


Di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang yang ketika itu yang mau menerima Islam sedikit sekali. Upaya Rakeyan Sancang menyebarkan Islam terdengar oleh Prabu Sudhawarman, yang dinilai bisa mengganggu stabilitas pemerintahan, timbulah pertempuran yang ketika itu Senapati Brajagiri (anak angkat Sang Kertawarman) turut memimpin pasukan.
Rakeyan Sancang unggul, Prabu Sudhawarman sempat melarikan diri yang dikejar Rakeyan Sancang, tapi tusuk konde Rakeyan Sancang jatuh pertempuran terhenti kemudian mereka saling menceriterakan silsilah sehingga ada pengakuan Rakeyan Sancang anak Sang Kertawarman.


Peristiwa tersebut berkembang menjadi ceritera dari mulut ke mulut yang menyatakan Kean Santang/ Kian Santang/ Prabu Kiansantang mengejar bapaknya Prabu Siliwangi untuk di Islam-kan. Mengenai siapa pemeluk Islam pertama di tataran Sunda, Pangeran dari Kerajaan Tarumanagara, yang bernama Rakeyan Sancang.


Wallahu a'alam ..