Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Matinya Bisma sang ksatria tangguh di Perang Bharatayuddha

Sangkakala Bharatayuddha telah menggema gaungnya di padang Kurukshetra, ratusan ribu prajurit dari dua kubu yang berseteru Pandawa dan Korawa saling menunggu perintah dari pimpinan mereka, tak terkecuali Bisma dengan pasukan Kurawanya.  

Hati dan perasaan para prajurit bergetar menanti kata-kata keluar dari boss mereka masing-masing, kebimbangan menghantui para prajurit yang bertanya-tanya mengapa mereka harus berperang dan meninggalkan keluarga, istri, dan anak-anak mereka yang dicintainya. 

Namun keraguan itu pun cepat sirna karena tahu bahwa Padang Kurukshetra adalah tanah suci, siapapun yang mati atau membunuh di tempat itu maka dosa-dosanya akan segera terampuni.


Perang ini memang harus terjadi, karena meski sebelumnya upaya perdamaian telah coba dilakukan oleh Sri Krishna, namun diabaikan oleh para pimpinan dan tetua dari Kurawa termasuk juga Bhisma, bahkan Krishna pun hendak diculik oleh Duryodhana atas hasutan Sangkuni yang telah dibutakan oleh ambisinya menghabisi para Pandawa. Dan kelak Sangkuni akan mati pada hari terakhir perang Bharatayuddha. 



Hari pertama perang di Kurukshetra ketika matahari mulai terbit terdengar suara sangkakala yang menyayat hati, menggetarkan setiap hati prajurit yang telah merasa hidupnya akan berakhir pada hari itu.

Bisma telah ditunjuk menjadi Panglima Perang Kurawa sementara dari kubu Pandawa, ada Sri Krishna yang berperan sebagai penasihat perang Pandawa, sedangkan Uttara bertugas memimpin pasukan yang ada di sayap kanan, dan Wratsangka mempimpin pasukan di sayap kiri.

Matahari semakin meninggi, emosi para prajurit mulai tidak terbendung dan segera melancarkan serangannya masing-masing. Strategi perang telah diatur oleh kedua belah pihak, Bisma memilih bertahan dan menunggu hingga para Pandawa menyerang lebih dahulu. 

Banyak mayat prajurit yang telah bergelimpangan ketika kereta kuda para Pandawa mulai memasuki medan perang lebih jauh guna menyerang para pemimpin Kurawa. Bisma melepaskan senjatanya pada para Pandawa namun berhasil ditangkis oleh panah-panah Arjuna.

  Bisma melajukan keretanya dengan cepat meghampiri Pandawa, namun ditengah jalan ia berpapasan dengan Abimanyu. Bisma memohon agar Abimanyu mundur dari perang tersebut karena usianya yang masih sangat muda. Kelak Abimanyu akan gugur sebagai ksatria yang paling muda akibat terperangkap dalam formasi mematikan para Kurawa. 



  Akhirnya Kereta kuda Bisma berhadap-hadapan dengan kereta kuda Arjuna yang disaisi oleh Krishna. Arjuna sempat menolak bertempur melawan kakek yang sangat disayanginya itu. Arjuna sangat menghormati sang kakek sehingga ia tidak mau menyakitinya sedikitpun.

Bisma kembali mencoba membangkitkan mental perang Arjuna dengan mengatakan bahwa semua ini terjadi karena kesalahannya dan menyuruh agar Arjuna segera menyerangnya, namun tetap saja Arjuna telah kehilangan mental tempurnya dan tidak mau menggunakan senjatanya.

Di sinilah terjadi dialog antara Krishna dengan Arjuna. Dialog tersebut kemudian dikenal sebagai Bagawad Gita di mana Krishna mencoba memberitahukan Arjuna mengenai kebenaran termasuk juga ketika Arjuna ingin mengetahui kebenaran akan sosok Krishna sebenar-benarnya.

  Dialog tersebut berhasil membangkitkan semangat dan mental tempur Arjuna, namun ia tetap tidak berani melawan sang kakek karena rasa hormatnya.  Bisma kemudian memberi pesan kepada Krishna agar memerintahkan Srikandi maju ke medan pertempuran, karena Bisma sudah tahu hanya Srikandilah yang bisa menjadi penghantar kematiannya.

Bisma kemudian berhadapan dengan Senapati Pandawa, Sweta. Terjadilah adu panah antara Sweta melawan Bisma. Bisma yang meskipun sudah berusia lanjut namun ia masih tetap lincah menggunakan senjata panah dan pedangnya itu sehingga pertarungan keduanya menjadi berimbang.

Sementara itu ditempat lain Bima atau Werkudara dengan senjata gadanya menyambar para Kurawa. Bima memang telah bersumpah dalam perang itu ia akan menghabisi 100 orang anak dari Drestarata itu. Begitu pula Arjuna dengan panahnya yang melesat ke arah pasukan Kurawa, pun Nakula dan Sadewa yang membabat pasukan musuh dengan pedangnya.

Sementara itu, Uttara dan Wratsangka telah berhasil memasuki ke tengah-tengah medan pertempuran. Bisma mulai terdesak, ia pun segera meninggalkan medan laga namun Sweta segera mengejarnya. Namun sewaktu mengejar Bisma, sebuah panah menyerempat bahu kanan dari Sweta. Konon Sweta mempunyai darah yang berwarna putih, sehingga ketika itu meneteslah darah yang berwarna putih dari bahunya itu. Ia pun segera melihat siapa yang telah memanahnya, tampak Rukmarata anak dari Prabu Salya yang menyerangnya dari belakang. Dengan gerakan cepat Swetta segera melepaskan panahnya ke arah Rukmarata maka seketika itu gugurlah Rukmarata putera kesayangan Prabu Salya.
Bisma ternyata pergi ke Sungai Gangga untuk menemui ibunya. Ia berpamitan kepada sang ibu, Dewi Gangga merasa sedih mengingat Bisma yang sejak masih muda bernama Dewabrata tidak pernah merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya. Bisma lah yang seharusnya menjadi Raja Hastina menggantikan ayahnya. Dewi Gangga memberikan cundrik kepada Bisma.

Tidak berapa lama sampailah Sweta di tempat tersebut, dengan menggunakan senjata cundriknya itu Bisma berhasil membunuh Sweta.

Sementara itu perang berlangsung semakin sengit, Prabu Salya pun mendapat lawan yang berimbang. Ia harus berhadapan dengan putera Wirata, Utara. Keduanya cukup berimbang dalam menyerang dan bertahan dengan senjata mereka masing-masing, namun ketika mendengar kaba Sweta telah gugur, Utara menjadi terlena, dan kesempatan itu digunakan dengan baik oleh Prabu Salya yang segera melayangkan senjatanya ke dada Utara, maka gugurlah Utara di tangan Prabu Salya. Nasib yang sama dialami oleh Wretsangka yang harus gugur ditangan lawan tangguhnya, Resi Drona. Pandawa merasa sangat berduka dengan kematian tiga satria Wirata.

Perang Bharatayuddha hari ke sepuluh, seluruh pasukan kembali bertempur begitu juga para Pandawa dan Kurawa. Namun dala perang hari ke sepuluh ini Bisma akan berhadapan dengan Srikandi. 

Keduanya kini telah saling berhadap-hadapan, namun sebagai seorang ksatria Bisma menolak melawan Srikandi karena Srikandi adalah seorang perempuan. Selain itu ia pun melihat perwujudan Dewi Amba dalam diri Srikandi, sesuai sumpahnya bahwa ia tidak akan memberikan perlawanan ketika harus berhadapan dengan takdirnya, maka Bisma pun melucuti senjatanya di hadapan Srikandi. 


Srikandi pun melesatkan panahnya ke arah Bisma, namun karena menggunakan panahnya dengan penuh keraguan panah Srikandi justru hampir tidak mengenai Bisma, Krisna pun menyuruh Arjuna menggunakan kekuatannya, dan dengan kekuatannya panah Srikandi melesat tepat menembus jantung Bisma yang membuatnya terpental ke belakang. 


Meski begitu Bisma masih bisa berdiri, dan kembali memohon pada cucu-cucu mereka para Pandawa untuk menyerangnya dengan panah mereka untuk menebus kesalahannya. Karena tidak sanggup menyaksikan penderitaan sang kakek, Arjuna pun melesatkan panah-panahnya ke arah Bisma dan kali ini tubuh Bisma tersungkur dengan posisi tergantung oleh panah-panah yang menancap di tubuhnya. 


Sering tumbangnya Bisma, sasangkala pun berbunyi untuk menghormati Bisma seorang yang telah berbuat banyak kepada Pandawa dan Kurawa yang telah merelakan melepas tahta demi adik-adiknya, tetapi malah membuat negeri peninggalan sang ayahanda Prabu Sentanu yaittu Hastinapura menjadi hancur lebur oleh keserakahan. 

Semua dari Pandawa dan Kurawa berkumpul dihadapan tubuh Bisma yang tergantung dengan panah-panah ditubuhnya. Bisma ingin kepalanya disangga diatas bantal. Duryudana memerintahkan Dursasana untuk mengambil tilam bersulam emas dari istana Astina. Namun Bisma tidak mau, Bisma minta pada Arjuna untuk mengambilkan bantal pahlawan. Secepat kilat Arjuna mengambil busurnya dan menancapkan beberapa anak panah di dekat Resi Bisma tidur. Kepala Resi Bisma disangga diatas panah Arjuna yang menancap  di tanah dibawah kepalanya. Sedangkan Bima memberikan perisai-perisai perajurit yang telah gugur untuk menyelimuti Resi Bisma. 


Meski dengan panah-panah yang menancap di seluruh tubuhnya namun Bisma tidak mati, ia memang telah diberkati untuk menentukan sendiri kapan kematiannya, sehingga ia meminta pada Dewa agar memberikan umur panjang sampai Perang Bharatayuddha berakhir, karena ia ingin melihat perang di Kurukshetra ini dimenangkan oleh Pandawa dengan Yudhistira yang akan duduk sebagai Raja Hastinapura. 

Pada hari terakhir perang yang tidak menyisakan satupun anak Drestarata, para Pandawa berhasil memenangkan peperangan dan meminta berkat dari Bisma untuk terakhir kalinya. 

Setelah memberi berkat pada pada Pandawa, Bisma pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ia gugur sesuai dengan yang diinginkannya. Bisma adalah seorang ksatria yang sakti karena Dharma namun mati karena Karma.

Baca juga:
Perkiraan jumlah pasukan, formasi, dan kondisi perang di Kurukshetra