Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah awal pembangunan Gelora Bung Karno

Pembangunan Gelora Bung Karno dimulai setelah Federasi Asian Games menetapkan Kota Jakarta sebagai tuan rumah untuk perhelatan akbar Asian Games IV pada bulan Agustus 1962. Sebagai tuan rumah, tentu saja Jakarta harus memenuhi persyaratan mininum yang ditetapkan pihak panitia yaitu ketersediaan kompleks multiolahraga. 

Untuk mendukung hal tersebut, maka pada tanggal 11 Mei 1959 Presiden Sukarno mengeluarkan Keppres Nomor 113/1959 tentang  pembentukan Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) yang dipimpin oleh Menteri Olahraga saat itu, Maladi. 

pembagunan Gelora Bung Karno


 Dengan latar belakang arsitek dengan pengetahuan teknik sipil yang dikuasainya, Sukarno ternyata tidak cukup tinggal diam, namun juga turun tangan mulai dari pemilihan tempat hingga perancangannya. Sudah lama Sukarno dikenal sebagai sosok yang ambisius dan memiliki selera tinggi dalam proyek-proyek pembangunan. 

Sebelum berlokasi di tempat yang sekarang, pembangunan Gelora pada awalnya akan dilakukan di sekitar Jalan MH Thamrin dan Menteng, yaitu di Kawasan Karet, Pejompongan dan Dukuh Atas, sedangkan usulan lain yang diterima beliau adalah di kawasan Bendungan Hilir atau Rawamangun. Namun Frederik Silaban, sang arsitek ternyata tidak merekomendasikan pembangunan di Dukuh Atas karena bisa memperparah kemacetan dan juga rawan banjir, alhasil Sukarno pun mengalihkan proyeknya ke kawasan Senayan di area seluas 300 hektar, dan hal itu pun langsung disetujui oleh Silaban. 

Pada waktu itu, kawasan perkampungan Senayan masih dihuni oleh sekitar 60.000 jiwa. Setelah diberi pengertian dan ganti rugi yang sangat layak, warga perkampungan Senayan yang berjumlah sekitar 60.000 jiwa dipindahkan ke perumahan baru di Tebet, Slipi, dan Ciledug. 

Tanggal 8 Februari 1960, Presiden Sukarno mulai memancangkan tiang pertama pembangunan proyek GBK. Sedangkan pemancangan tiang yang keseratus secara simbolis dilakukan oleh Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev



Setelah rampung, pada tanggal 21 juli 1962 Bung Karno meresmikan GBK yang berkapasitas 110.000 orang, yang unik dari Bangunan tersebut adalah adanya atap temu gelang yang dianggapnya sebagai yang pertama di dunia. Sukarno mendapat inspirasi atap temu gelang ketika melihat air mancur di halaman Museo Antropologia de Mexico di Mexico City. 



Sejak saat itulah, Indonesia memiliki kompleks olahrga yang menyediakan beragam fasilitas mulai dari stadion utama untuk sepakbola, gedung dan lapangan untuk aneka cabang olahraga, gedung serbaguna untuk acara kesenian, serta berbagai fasilitas penunjang lainnya. Bahkan, agar setiap acara kegiatan di kompleks GBK ini bisa disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia, bersamaan dengan peresmian GBK, diresmikan pula Stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI). 

Untuk menghormati Sukarno, kompleks olahraga serbaguna itu kemudian diberinama dengan Gelora Bung Karno, namun sayang pada masa pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto, mereka menggantinya menjadi Stadion Utama Senayan. Tapi setelah Orde Baru tumbang,dan pemerintahan dipimpin oleh Presiden Abdurrahman Wahid, maka nama Gelora Bung Karno kembali digunakan.