Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gunung Gadung saksi sejarah kehancuran Keraton Pajajaran

Jika menyebut nama daerah Gunung Gadung, yang muncul pertama kali dalam fikiran kita adalah tempat pemakaman orang-orang Cina/Tionghoa, padahal dulu kawasan ini sangat dikenal sebagai lahan yang paling subur dan penuh dengan pepohonan. Bahkan di tempat ini dulunya menjadi tempat persembunyian santana dan putri Pajajaran dari kejaran musuh. 
 
Daerah Gunung Gadung - Foto: Mata Bogor

Gunung Gadung adalah nama daerah yang letaknya tidak jauh dari desa Rancamaya. Dalam cerita pantun Bogor berjudul "Dadap malang sisi Cimandiri" menyebutkan bahwa Gunung Gadung menjadi tempat Putri Purnamasari dan Kalang sunda serta Kumbang bagusetra melakukan perlawanan terhadap laskar Banten.
 

Dari ketinggian bukit itulah ketiganya memandang dengan hati yang pilu ketika api berkobar dahsyat melahap lima bangunan Keraton Pajajaran yaitu Sri Bima, Punta, Narayana, Madura, dan Surapati bahkan rumah-rumah para penduduk sekitarnya pun dibakar habis oleh laskar Banten pimpinan Al-Qowanah (Jayaantea) yang sakit hati lantaran pernah ditampik oleh Raja Pajajaran karena ulahnya. 

Ilustrasi Keraton Pajajaran

Bagaimana dahsyatnya api-api yang membara dan membakar serta menghanguskan komplek keraton Pajajaran itu pun dikisahkan oleh Juru Pantun dengan sangat lengkap, yaitu: 

Peuting harita, peuting di gunung Gadung tapi lain peuting anu jempling!
Lantaran ti sareupna poek turun ngarurub alam, bebence pulang anting, ting geleper teu eureun-eureun.
Tuweue patembal-tembal, pagandeng-gandeng...jeung diditu-didieu, ting arabrul ajag sabari regag...!! 


Terjemahannya: 

Malam itu, malam di Gunung Gadung tapi bukan malam yang hening!
Karena sejak datangnya senja kala memeluk alam, suara binatang makin terdengar.. pergi dan datang, menggelepar tiada henti.
Burung malam bersahutan, nyarin terdengar, dan dari situ juga gerombolan anjing ajak mendengus datang karena lapar. 


Gunung Gadung menjadi tempat persembunyiannya santana dan putri Pajajaran dari kejaran musuh dan tetap melakukan perlawanan sambil mundr teratur ke daerah Pakidulan (Pantai Selatan). Daerah ini hingga kini pun masih ada, namun telah berubah fungsi. Tanahnya yang subur berhektar-hektar sekarang telah berubah total.  
 

Dadap malang sisi Cimandiri karya Aki Bajurambeg Pakulonan Jasinga Bogor yang ditranskripsi oleh Bapak Muchtar Kala menyebutkan: 

Malam itu jauh di kaki bukit gunung Gadung, berserakan mayat yang luka dan bau anyir dari darah yang mengalir, mengundang binatang buas harimau, ular, biyawak dan anjing hutan memagut daging dan kulit mayat. Kasihan yang belum mati yang hanya terluka parah tapi masih hidup, mereka menjadi santapan harimau hutan, sampai jeritan sakit terdengar pilu memecah malam yang hening .....

Dalam naskah yang lebih tua, disebutkan pula mengenai gunung Gadung yang menjadi tempat bersemayamnya salah seorang raja Sunda. Adapun daerah yang dimaksud bukanlah bernama gunung Gadung melainkan Gunung Samaya yang memiliki arti sama (Gadung=Samaya). 

Daerah itu menjadi tempat dikuburkannya Prabu Susuktunggal/Prabu Haliwungan Raja Sunda. Sedangkan pohon gadung yaitu sejenis tumbuhan yang buahnya bisa dimakan setelah dimasak dengan cara dibakar atau dikukus dalam bara pagi. Buah ini pun kadang diolah menjadi campuran dalam keripik kentang. 

Keindahan dan alur sejarah yang meliputi daerah Gunung Gadung kini seolah tidak berbekas.  Sejauh mata memandang yang tampak hanyalah batu-batu nisan beronggok dengan bentuk yang beraneka rupa. 
 

#Jadikanbogorlebihbaik
#lovelybogor
 

Referensi:
Toponomi Bogor karya Bpk. Eman Soelaeman