Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah prasasti kutukan yang dicuri Inggris

Ada anggapan bahwa negara yang pernah dijajah oleh Inggris memiliki nasib yang lebih baik, benarkah itu? Sebelum dijajah Belanda dan Jepang, Indonesia pernah dijajah oleh Prancis, Portugis dan Inggris. Terkait anggapan tersebut, seorang sejarawan asal Inggris, Peter Carey menyangkal akan hal tersebut dan menyebutnya sebuah kebohongan jika menganggap bangsa yang dijajah Inggris akan bernasib baik.



Seperti dikutip dari laman historia.id, Peter Carey menolak anggapan tersebut dan mengungkapkan bahwa selama lima tahun Inggris menjajah Indonesia, justru Inggris lebih banyak membawa kerugian.

Saat menginjakkan kaki di pulau Jawa, Inggris telah membuat kekacauan, termasuk mencuri aset Indonesia nomor wahid yang memiliki arti cukup penting dalam perjalanan sejarah bangsa. Dua buah benda cagar budaya milik Indonesia yang paling berharga, yaitu Prasasti Pucangan dan Prasasti Sangguran dicuri oleh Inggris yang kemudian menjadikannya sebagai salah satu aset berharga di sebuah museum di luar negeri.

Prasasti Pucangan yang dikenal dengan Calcutta Stone disimpan di Museum India, begitu juga dengan Prasasti Sangguran yang dikenal dengan sebutan Minto Stone.

Prasasti Pucangan adalah sebuah prasasti yang berasal dari tahun 1041 M. Prasasti memuat sejarah awal dari pemerintahan Raja Airlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan. Prasasti ini ditemukan pada masa  Sir Stamford Raffles menjadi gubernur saat pemerintahan Kolonial Inggris di Batavia. Raffles yang kemudian mengambil dan mengirimkan prasasti itu ke Gubernur Jendral Lord Minto di Kalkuta, India.

Sedangkan Prasasti Sangguran berasal dari tahun 982 Masehi dan ditemukan di sebuah daerah di Malang. Prasasti ini dianggap bernilai penting karena memuat pemerintahan Raja Medang yang berpusat di Jawa Tengah sebagai penguasa Malang. Oleh Kolonel Colin MacKenzie prasasati ini dicuri dari daerah asalnya, dan diberikan sebagai hadiah kepada Raffles, yang kemudian menyerahkannya pada Lord Minto tahun 1813.

Selama berpuluh-puluh tahun, Prasasti Sangguran disimpan oleh ahli waris keluarga Lord Minto di Skotlandia. Sudah berbagai cara dilakukan demi mendapatkan kembali benda sejarah yang tak ternilai harganya itu, namun semua kandas di tengah jalan. Proses negosiasi sebenarnya sudah dilakukan pemerintah RI sejak tahun 2004 silam, namun hingga kini prasasti tersebut belum berhasil dibawa pulang ke Indonesia. Sudah lebih dari 200 tahun prasasti tersebut masih berdiri di halaman belakang rumah keluarga Lord Minto dalam kondisi tertutup lumut dan sudah lapuk.

Padahal, kata Peter Carey, prasasti tersebut sebenarnya memiliki kutukan yang mengerikan. Prasasti Sangguran adalah sebuah prasasti yang menetapkan Desa Sangguran sebagai sima atau tanah perdikan yang dilarang untuk dipindahkan dari tempatnya semula. Jika prasasti itu dipindahkan, maka si pelaku yang memindahkannya  akan mendapatkan kutukan.

Perihal kutukan tersebut, mereka yang terlibat dalam pemindahan prasasti itu memang benar-benar ketiban sial. Lord Minto yang menerima batu tersebut, beberapa waktu kemudian dicopot dari jabatannya sebagai gubernur jenderal tanpa alasan yang jelas. Dia kemudian pulang ke Inggris dalam keadaan sakit parah dan meninggal dalam perjalanan pulang menuju Skotlandia.

Hal yang sama pun menimpa Raffles, ia ditarik pulang ke Inggris. Pada tahun 1818 ia kembali ke India, namun lima tahun kemudian ia dipulangkan ke Inggris, tiga tahun kemudian yaitu 1823, Raffles meninggal dunia.

Kutukan serupa menimpa sang bupati Malang saat itu, yaitu Ranggalawe. Beliau bernasih tak lebih baik dari dua pejabat Inggris itu. Setelah kematiannya, makam sang bupati tak pernah diketahui. Padahal ia telah memerintah sejak tahun 1770 - 1820, namun tak satupun penduduk lokal yang mengingat keberadaan sang bupati.

Prasati Sangguran

Prasasti Sangguran adalah sebuah prasasti yang berangka tahun 982 Masehi. Prasasti ini berasal dari daerah Malang dan menyebutkan nama penguasa daerah saat itu, Sri Maharaja Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga.



Prasasti Sangguran kemudian diberikan sebagai hadiah oleh Raffles kepada Lord Minto. Keduanya pernah menguasai Hindia Belanda setelah Britania Raya menguasai Belanda pada dasawarsa kedua abad ke-19. Raffles sendiri mendapatkan prasasti ini dari Kolonel Colin Mackenzie yang menjarahnya dari daerah asal prasasti ini berdiri.

Setelah berpuluh-puluh tahun berada di tangan keluarga Lord Minto di Roxburghshie, Skotlandia. Benda cagar budaya ini kabarnya akan dikembalikan ke Indonesia dan akan disimpan di Museum Nasional. Proses negosiasi itu sendiri telah dilakukan sejak tahun 2004.

Prasasti Pucangan

Prasasti Pucangan adalah sebuah prasasti yang berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna. Prasasti ini merupakan peninggalan dari zaman pemerintahan Airlangga, yang menjelaskan mengenai beberapa peristiwa serta silsilah keluarga raja secara berurutan. Prasasti Pucangan kini berada di  Museum India di Kalkuta, dan dikenal dengan sebutan Calcutta Stone.


Museum India di Kalkuta


Prasasti Pucangan terdiri dari dua buah prasasti yang berbeda yang dipahat pada sebuah batu. Bagian depan menggunakan bahasa Jawa Kuna sedangkan sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta. Prasasti ini berbentuk blok dengan puncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk mirip bunga teratai.

Dinamakan prasasati Pucangan sesuai dengan kata Pucanga yang ditemukan pada prasasti tersebut. Prasasti ini juga menceritakan adanya suatu peritah untuk membangun sebuah tempat pertapaan di Pucangan, yaitu tempat yang dahulu berada di sekitar gunung Penanggungan, Mojokerto, Jawa Timur.

Prasasti Pucangan kemudian dijarah oleh pihak Inggris, dan oleh Raffles dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Lord Minto di Kalkuta.