Inilah 50 sosok perempuan tangguh dalam sejarah perjalanan bangsa
Mulai dari masa kerajaan hingga masa kemerdekaan dan pembangunan negara Republik Indonesia, tidak sedikit kaum perempuan yang ikut andil dalam perjalanan sejarah tersebut. Perjuangan mereka tidak hanya berani mengangkat senjata melawan penjajah, namun juga berjuang di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, pendidikan dan hiburan. Memperingati Hari kebangkitan perempuan Indonesia, Berikut 50 tokoh perempuan tangguh dalam sejarah perjalanan bangsa.
1. Cut Nyak Dhien
Lahir di Lampadang, Aceh tahun 1848 dan wafat di Sumedang tanggal 6 November 1908. Setelah suami keduanya gugur, Cut Nyak Dhien memimpin sebagian pasukan kecil yang berperang di hutan. Usainya saat itu sudah tua renta, matanya pun mulai lamur, dan badan yang sering terkena encok. Namun Cut Nyak Dhien bukan orang lemah, dia tidak mudah menyerah pada Belanda. Bahkan pihak Belanda pun sangat berhati-hati terhadapnya, mereka tahu bahwa setelah Teuku Umar wafat, wanita itulah yang menjadi api pembakar semangat rakyat Aceh.
2. Kemalahayati
Berasal dari Aceh pada abad ke 15 - 16.
Setelah menyelesaikan pendidikan agamanya, dia mendaftar ke Akademi Militer Aceh, Mahad Baitul Maqdis. Dia diterima di angkatan laut.
Setamatnya dari akademi, dia menjadi perwira tinggi militer sehingga berhak memimpin pasukan untuk melawan Portugis.
Dia pernah memimpin pasukan yang terdiri atas 1.000 janda muda dan 1.000 gadis remaja. Dia dinobatkan oleh Sultan al-Mukammil sebagai perempuan Aceh pertama berpangkat laksamana.
3. Kalinyamat
Berasal dari Jepara, tahun 1549 - 1579. Nama aslinya adalah Ratna Kencana, namun nama tersebut tidak pernah digunakannya lagi sejak dilantik menjadi penguasa Jepara pada 10 April 1549.
Dia tampil sebagai penengah konflik keluarga Kesultanan Demak setelah wafatnya Arya Penangsang, penguasa Demak.
Di bawah kekuasaannya, Jepara tumbuh sebaga kesultanan di pesisir utara Jawa yang kuat dengan armada lautnya yang handal.
4. Safiatiddin Syah
Lahir di Aceh tahun 1612. Wafat: 23 Oktober 1675.
Selama 35 tahun masa pemerintahannya, Aceh berada dalam kemakmuran. Harga makanan sangat mural. Rakyat tak kelaparan.
Selain mahir mengatur negara, dia sangat mahir menguasai beberapa bahasa seperti Melayu, Arab, Persia, Spanyol, dan Urdu.
5. Nyi Ageng Serang
Berasal dari Semarang, tahun 1752 -1838. Kustiyah Wulaningsih Retro Edhi (Nama kecilnya) menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penguasa Sarang dan sejak itu dia bergelar Nyi Aging Serang.
Dia dikenal dekat dengan rakyat Karena mengatur kebutuhan pangan rakyatnya.
Dia juga memimpin perlawanan terhadap Belanda secara hati-hati dan bergerilya dari atas tandu pada usia 73.
Perlawanan itu merupakan wujud dukungannya kepada Pangeran Diponegoro.
6. Martha Christina Tiahahu
Lahir di Maluku, 4 January 1800. Wafat: 2 January 1818. Dalam usia yang masih belasan tahun, Martha Christina Tiahahu sudah mengangkat tombak melawan penjajahan.
Putri seorang kapitan dari negeri Abubu ini ikut berperang melawan Belanda. Gadis dengan rambut panjang tergerai dan berikat kepala ini sangat setia pada perjuangan rakyatnya meski tahu bahwa kekuatan mereka jauh di bawah para serdadu Belanda.
Namun, gadis ini tidak berumur panjang. Ia ditangkap, dan dalam perjalanannya ke Jawa tahun 1818 untuk dijadikan sebagai pekerja paksa di perkebunan kopi, Martha Christina Tiahahu meninggal dunia.
7. Colliq Pujie
Berasal dari Sulawesi Selatan, tahun1812.
Dia membantu BF Mattes, seorang ahli Bugis berkebangsaan Belanda menyalin naskah Bugis Lama dan epos La-Galago. Pekerjaannya itu merentang waktu hingga 20 tahun.
Atas bantuannya itu, naskah-naskah lama Bugis dan epos La-Galago dikenal dunia. Kapan beliau wafat tidak diketahui secara pasti.
8. R. Ajoe Lasminingrat
Lahir di Garut tahun 1843. Wafat: 10 April 1948.
Masa mudanya dihabiskan di Sumedang untuk bersekolah. Di kota itu, ia diasuh oleh teman ayahnya, Levyson Norman seorang Belanda.
Dia kembali ke Garut pada 1871. Dia sempat menulis beberapa buku sastra dan cerita untuk anak-anak. Berbekal pendidikan yang didapatkannya, Lasminingrat berusaha memperbaiki kehidupan perempuan di Garut.
Dia mencoba mewujudkannya dengan membuka sekolah Kautamaan Istri. Sekolah itu didirikan pada 1907.
9. Sitti Aisyah We Tenri Olle
Berasal dari Tanete, 1855 - 1910.
Dia mencoba memperbaiki taraf kehidupan perempuan melalui pendidikan.
Dia merintis sekolah rakyat untuk semua kalangan. Padahal, saat itu, sekolah hanya tersedia bagi laki-laki.
Selain di bidang pemerintahan dan pendidikan, dia menaruh perhatian dalam bidang kesusasteraan.
Pada masanya, La-Galigo diterjemahkan dari bahasa Bugis Kuno ke bahasa Bugis modern atas perintahnya
10. Cut Nyak Meutia
Berasal dari Aceh, lahir tahun 1870. Wafat: 24 Oktober 1910.
Dia menikah dengan Teuku Muhammad. Mereka punya tujuan perjuangan yang serupa: melawan Belanda. Setelah suami keduanya gugur, dia menikah dengan Pang Nanggroe.
Bersama suami ketiganya, dia meneruskan perjuangan melawan Belanda hingga gugur.
11. Rohana Kudus
Bukittinggi, 20 December 1884. Wafat: 17 Agustus 1942.
Dia dikenal sebagai pendiri Surat kabar perempuan pertama di Indonesia, Soenting Melayu (1912).
Meski tak pernah mendapatkan pendidikan formal, dia sangat senang membaca sejak kecil.
Dalam usia muda (27 tahun) dia mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia. Sekolah ini ditujukan khusus untuk kaum perempuan.
12.Maria Walanda Maramis
Minahasa, 1 Desember 1872. Wafat: 22 April 1924.
Seorang rekan pamannya, Ten Hoeven, sangat memengaruhi jiwa dan alam berpikir Maria.
Dia kemudian banyak menuangkan opininya tentang gagasan kemajuan perempuan di Surat kabar Tjahaja Siang.
Lewat organisasi yang didirikannya pada Juli 1917, Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT), dia berusaha mewujudkan gagasannya.
13. Nyai Ahmad Dahlan
Yogyakarta, 1872. Wafat: 31 Mei 1946.
Dia tak pernah mendapat pendidikan formal, namun memiliki pandangan luas terhadap persoalan kemasyarakatan.
Pergaulannya dengan tokoh-tokoh pergerakan, yang juga menjadi sahabat suaminya, seperti Bung Tomo, Jenderal Sudirman, dan Bung Karno menjadi alasannya.
Dia berpendapat perempuan mempunyai peran sejajar dengan laki-laki melalui pendidikan. Hal itu dia wujudkan dengan menyelenggarakan kursus-kursus pendidikan bagi perempuan.
14. Opu Daeng Risadju
Palopo, Sulawesi Selatan, 1880. Wafat: 10 February 1954.
Walaupun bangsawan dia tak pernah menempuh jalur pendidikan Barat (formal). Pendidikannya lebih banyak dipengaruhi nilai Islam dan adatnya. Awalnya dia buta huruf latin. Namun Karena memiliki semangat belajar yang tinggi dia akhirnya mampu membaca huruf latin.
Keterlibatannya dalam dunia politik dimulai ketika dia bergabung dalam Partai Sarekat Islam Indonesia pada 1927. Atas keterlibatannya itu Belanda menjebloskannya ke penjara. Setelah Indonesia merdeka dia kehilangan pendengarannya karena disiksa tentara NICA.
15. Dewi Sartika
Bandung 4 December 1884. Wafat: 11 September 1947
Dia sangat peduli terhadap pendidikan. Dia mengajarkan baca tulis dan bahasa Belanda kepada anak-anak di sekitar tempat tinggalnya sejak umur 18 tahun.
Metode pengajarannya sangat disenangi mund-muridnya. Karena itu mereka menghadiahkan hasil bumi kepadanya.
Ketika menginjak usia 20 tahun, dia mendirikan Sakola Istri. Sebuah sekolah yang bertujuan memerdekakan perempuan dari ketidakmandirian dan kebodohan.
16. Auw Tjoei Lan
Majalengka 1 February 1889. Wafat 19 December 1965.
Dia perempuan Tionghoa yang melawan perdagangan perempuan.
Pada 1930-an dia menyelamatkan gadis yang hendak dijadikan pelacur.
Dia banyak mendapat tantangan karena pilihannya itu. Dia bahkan pernah dipenjara pada zaman Jepang karena kegigihannya itu.
17. Emiria Sunassa
Tanawangko 1895. Wafat: 7 April 1964.
Dia tak pernah belajar melukis secara akademis. Lukisan pertamanya tercipta lantaran dorongan sahabatnya Guillaume Frederic Pijper, seorang Belanda.
Emiria kemudian memamerkan lukisannya dalam sebuah pameran. Namanya segera dikenal.
Tahun-tahun berikutnya lukisannya dinilai mendobrak wacana mooi indie yang dikembangkan pelukis laki-laki.
18. Rahmah El Yunussiyah
Sumatra Barat 20 December 1900. Wafat: 26 Februari 1969.
Dia gemar membaca majalah dan buku. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan pun terbentuk.
Dia berinisiatif mendirikan sekolah yang bertujuan mengangkat perempuan dari jurang kebodohan Sekolah itu bernama Al-Madrasatul Diniyyah, pada 1 November 1923.
Selain aktif di bidang pendidikan dia juga ikut berjuang dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya saat dia memimpin dapur umum untuk TNI pada 1948.
19. Emma Poeradiredja
Cilemus Cirebon 13 Agustus 1902. Wafat: 19 April 1916.
Dia bekenja di Staatspoorwegen (sekarang PT. Kereta Api) sejak 1921. Kesibukannya tak lantas membuatnya abai terhadap perjuangan kebangsaan.
Dia bersedia menjadi Ketua Jong Islamieten Bond cabang Bandung pada 1925. Dia juga terlibat dalam perhelatan Kongres Pemuda I dan II Kongres Perempuan II (Ketut) III, IV, dan setelahnya.
20. Raden Adjeng Kartini
Jepara, 21 April 1879 | Wafat: 17 September 1904.
Pengarang terkenal Indonesia, Pramoedya Ananda Toer, menjadikan riwayat hidup Kartini sebagai salah satu novelnya, Panggil Aku Kartini Saja.
Judul novel itu diambil dari Sepotong kalimat dalam salah satu surat Kartini, yang bertanggal 25 Mei 1899, kepada Estelle Zeehandelaar. Kartini menulis surat tersebut dalam bahasa Belanda. Kebanyakan Surat Kartini merupakan gagasannya tentang citra ideal perempuan Jawa yang merdeka. Karena gagasannya itu, Kartini dinilai sebagai pelopor emansipasi wanita di Indonesia.
21. Sri Mangoensarkoro
Yogyakarta 1905 | Wafat: 1959.
Dia merupakan salah satu kader terbaik Taman Siswa. Oleh Karena itu dia mampu menempati posisi penting Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (1929) dan Kongres Perempuan II (1935).
Setelah merdeka, dia mendirikan Partai Wanita Rakjat. Sebab, dia berpandangan bahwa gerakan perempuan tak bisa dilepaskan dari gerakan politik.
22. Sujatin
Yogyakarta Y Mei 1907. Wafat: 1 Desember 1983.
Usianya baru 15 tahun saat bergabung ke Jong Java pada 1922. Dia dipercaya sebagai pemimpin majalah terbitan organisasi tersebut.
Melalui guratan pena, dia menuangkan gagasannya tentang pentingnya pendidikan untuk perubahan nasib bangsa terjajah.
Setamatnya sekolah, pada 1926, dia mendirikan Poeteri Indonesia sebuah organisasi yang menghimpun guru-guru wanita.
23. Sukaptinah S.M.
Yogyakalta 28 Desember 1907.
Dia berkesernpatan merasakan dua jenis pendidikan melalui sekolah formal Barat dan Taman Siswa. Hal ini membentuk pergulatan di masa mudanya.
Setelah melalui proses pergulatan jati diri dia bergabung ke Jong Islamieten Bond. Di sini bermula perjuangan gagasannya mengenai perbaikan kedudukan perempuan dalam keluarga dan nasib masyarakat jajahan.
Dia ikut akfif menghelat Kongres Perempuan I di Yogyakarta (1928).
24. Saridjah Niung
Sukabumi 26 Marek 1908. Wafat: 1993.
Tak banyak orang mengetahui nama asli perempuan ini. Perempuan pencipta lagu anak-anak ini lebih dikenal dengan nama "e;Ibu Sud"e;. Lagu-lagu ciptaannya seperti Naik-Naik ke Puncak Gunung Naik Delman dan Tik-Tik Bunyi Hujan sangat digemari dan sering dinyanyikan anak-anak.
Ayahnya mengajarkan nila-nilai patriotisme dan kebangsaan sehingga memupuk benih-benih perlawanan Ibu Sud terhadap Belanda. Bentuk perlawanannya diwujudkan dengan mencipta lagu-lagu berbahasa Indonesia.
25. Ktut Tantri
1908 - 27 JULi 1997
Dia merupakan penyiar Radio Pemberontakan yang dipimpin Bung Tomo. Pada saat terjadi serangan Inggris dia berada di palagan.
Dari medan peperangan itu, dia menyiarkan jalannya perang ke seluruh Eropa melalui radio tersebut.
Simpati dari negara asing pun berdatangan terhadap perjuangan rakyat Surabaya.
26. Miss Tjitjih
1908 1928
Dia membuat sebuah rombongan sandiwara yang semula tidak diperhitungkan, menjadi terkenal. Setelah dia bergabung, rombongan sandiwaranya berkesempatan pentas di beberapa kota seperti Cianjur, Garut, Lebak, Bogor dan Batavia.
Rombongan sandiwaranya bahkan pernah bermain di Istana Bogor, di hadapan gubernur jenderal. Rombongannya segera ternama.
27. Salawati Daud
Sulawesi Selatan 1909 1985.
Dia gencar menentang rencana pasifikasi Belanda di Sulawesi Selatan pada 1946. Dia juga sangat peka terhadap ketidakadilan.
Dia memimpin penyerangan tangsi polisi di Masamba untuk membebaskan republiken yang ditawan pada 1949.
28. Rasuna Said
Agam, Sumbar 14 September 1910 - Wafat: 2 November 1965.
Dia merupakan perempuan yang mahir berpidato. Pidatonya berisi banyak kecaman terhadap ketidakadilan hukum yang dilakukan oleh Belanda. Akibatnya dia menjadi perempuan pertama yang dihukum melalui Speak Delict.
Selain aktif di bidang politik dia peduli pada pendidikan kaum perempuan. Ide-idenya mengenai kemajuan dan pendidikan kaum perempuan mulai tersemai ketika ia mengajar di Diniyah School Putri di Padang Panjang. Dia juga ikut berjasa mendirikan sekolah Thawalib di Padang.
29. Johanna Masdani
29 November 1910 - 14 Mei 2006
Dia perempuan yang penuh dengan kiprah dalam organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan. Dia pernah menjadi anggota Pandu Rakyat Indonesia, Jong Celebes dan Jong Indonesie.
Setelah kemerdekaan, banyak bintang jasa yang diperolehnya. Baginya, roda revolusi Indonesia tak bisa berputar tanpa peran perempuan.
30. Wolly Sutinah
Magetang, 17 JuLi 1915 - Wafat: 14 September 1987.
Orang mengenalnya dengan nama Mak Uwok. Dia merupakan salah satu dari sedikit aktris film serba bisa. Dia bisa memainkan segala macam peran, mulai dari komedi hingga tragedi. Keahliannya bermain toya membawa dia ke kancah dunia perfilman tahun 1933, melalui film Pat Tian Hoat (Delapan Pendekar). Sekira 100 judul film nasional diperankan olehnya. Dia banyak berperan sebagai orang tua berwibawa dengan petunjuk-petunjuknya yang arif sehingga memberikan dampak positif terhadap kaum ibu.
31. Maria Ulfah
Sarang 18 Agustus 1911. - Wafat: 15 April 1988.
Dia menyelesaikan pendidikan hukumnya di Leiden, Belanda pada 1933. Setelah itu dia turut aktif dalam perjuangan kemerdekaan.
Dia pernah menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Pada 1946 dia diangkat sebagai menteri sosial.
32. Soewarsih Djojopoespito
Bogor, 21 April 1912. - Wafat: 24 Agustus 1911.
Dia aktif sebagai aktivis Perkoempoelan Perempoean Soenda selama masa pergerakan kebangsaan. Selama masa itu, dia sempat menulis sebuah novel berbahasa Belanda, Buiten Het Gareel pada 1940.
Selain itu dia juga banyak menulis novel dalam bahasa Sunda.
33. Surastri Karma Trimurti
11 Mei 1912 - 20 Mei 2008
Dia banyak menulis di beberapa Surat kabar selama masa pergerakan kebangsaan seperti di Pikiran Rakyat, Pesat, Bedug, dan Genderang.
Dia menuangkan gagasan anti-penjajahannya di sana. Dia pernah ditangkap Belanda dan Jepang.
Setelah kemerdekaan, dia menjadi menteri perburuhan dalam Kabinet Amir Sjarifudin I dan II.
34. Miss Roekiah
Bandung December 1916. - Wafat: December 1945.
Kariernya mulai cemerlang saat membintangi film 'Terang Boelan' pada 1939.
Karena film ini, dia disebut sebagai selebritis dan simbol kecantikan pertama dalam sejarah film Indonesia.
35. Dewi Dja
Yogyakarta. 1 Agustus 1914. - Wafat: 19 January 1989
Makamnya berada di Hollywood Hills Los Angeles Amerika Serikat.
Makam itu menjadi titik akhir perjalanan perempuan Indonesia pertama yang menembus Hollywood itu. Dewi Dja, terlahir dengan nama Soetidjah, hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah rendah dan tidak tamat. Tetapi, dia mampu menguasai beberapa bahasa.
36. Herawati Diah
3 April 1917.
Lulusan Banard College tahun 1941 ini mengawali karier sebagai wartawan di United Press International (UPI), NewYork, Amerika Serikat. Kemudian, dia kembali ke Indonesia dan menikah dengan B.M Diah. Mereka mendirikan sebuah harian bernama Merdeka tak lama setelah menikah.
Menjelang Konferensi Asia-Afrika, mereka mendirikan sebuah harian berbahasa Inggris, The Indonesian Observer. Para diplomat asing di Jakarta mendapatkan informasi mengenai Indonesia melalui harian tersehut.
37. Julie Sulianti Saroso
10 Mei 1917 - 29 April 1991.
Dia menjadi salah satu dokter perempuan Indonesia yang menonjol di zaman Belanda.
Setelah kemerdekaan dia menjadi salah satu penerima beasiswa UNICEF untuk belajar dalam bidang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) di Inggris, Scandinavia, Amerika Serikat, dan Malaysia pada tahun 1950-1951.
38. Ani Idrus
Sawahlunto 25 November 1918. - Wafat: 9 Januari 1999.
Dia menyukai dunia penulisan sejak muda. Tulisan pertamanya dimuat dalam Majalah Pandji Poestaka. Saat itu, Ani masih berusia belasan tahun. Selain senang menulis di masa pergerakan nasional, dia juga aktif dalam beberapa oganisasi seperti Jong Indonesia dan Gerindo.
Setelah Indonesia merdeka, Ani ikut berjasa dalam pendirian Persatuan Wartawan Indonesia. Di bidang pendidikan, Ani mendirikan Taman Indria dalam 1953 untuk tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
39. Paramita Adurrahman
29 Februan 1920 24 Mares 1988.
Dia menguasai bahasa Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Portugis dan Spanyol. Peneliti LIPI ini ketika masa mudanya merupakan tokoh yang ikut mendirikan dan mengerakkan Palang Merah Indonesia.
Dia menjadi sekjennya dari 1954 sampai 1964. Sebelumnya dalam tahun 1950, bersama Siti Dasimah, dia membentuk Palang Merah Remaja.
Setelah tak menjadi sekjen Palang Merah Indonesia, Paramita mulai menekuni kariernya sebagai peneliti sejarah dan budaya. Salah satu karyanya adalah Bunga Angin Portugis di Nusantara.
40. Rusiah Sardjono
1921 - 13 November 1988.
Lantaran berperan dalam peningkatan kesejahteraan perempuan dan masyarakat, dia pernah menjabat sebagai menteri dalam dua pemerintahan: Soekarno dan Soeharto. Dia menempati posisi Sebagai menteri Sosial.
41. Fatmawati
Bengkuku 5 Februari 1923. - Wafat: 14 Mei 1980.
Sebelum menemani Sukarno berjuang dalam masa-masa sulit menjelang kemerdekaan, Fatmawati telah aktif berjuang melalui Nasyiatul Aisyiah, organisasi perempuan di bawah Muhammadiyah.
Di organisasi itu Fatmawati mengikuti kursus-kursus yang meningkatkan wawasannya mengenai kebangsaan. Kursus tersebut mempertemukannya dengan Sukarno. Mereka menikah pada 1943.
42. Miriam Budiardjo
20 November 1923 - 8 Jan 2007.
Dia adalah penulis buku Dasar-Dasar Ilmu Politik. Buku ini dicetak puluhan kali dan dibajak entah berapa ribu eksemplar.
Selain menulis buku itu, Bu Mir, panggilan akrabnya, menulis Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia (bersama Maswadi Raul). Meski tak cukup produktif menulis, Eep Saefulloh Fatah menyebutnya sebagai peletak dasar ilmu politik di Indonesia bersama Deliar Noer dan Alfian.
43. Umi Sardjono
Semarang, 24 Desember 1923 - Wafat: 11 Maret 2011.
Namanya tak bisa dilepaskan dari gerakan perempuan.
Dia ikut membidani lahirnya Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis) pada 1950.
Program utamanya mengampanyekan hak-hak perempuan dan memperjuangkan kaum buruh tani.
44. Gadis Rasid
1923 - 28 April 1988.
Karena kecerdasannya, Rosihan memintanya bergabung ke tabloid mingguan Siasat. Menurut Rosihan Anwar, dia merintis sebuah babakan baru dalam gaya menulis jurnalistik, interview-features, pada 1947.
Dia pernah bekerja di Kantor penerangan PPB di Jakarta pada 1950-an. Setelah itu dia menjadi koresponden untuk Nieuwee Rottefdamse Courant (NRE).
45. Yetty Rizali Noor
2 Januari 1924 - 23 Februari 1932
Sejak mahasiswa, dia aktif dalam organisasi pergerakan kebangsaan seperti Perkoempoelan Peladjar Oesaha Kita dan Pemoeda Poetri Indonesia. Pada saat itu juga, dia terlihat langsung dalam perjuangan fisik.
Setelah meraih ijazah dokter giginya (1946), dia tak lantas pensiun dari dunia organisasi. Beberapa organisasi yang pernah dipimpinnya itu antara lain Kowani dan Perwari.
46. Emmy Saelan
Makasar, 15 Oktober 1924. - Wafat: 23 January 1941.
Dia meninggal dalam usia muda, 23 tahun. Sore itu, 23 Januari 1947 tentara Belanda mengepung Kassi-Kassi, kampung kecil di Makasar. Emmy dan empat puluh rekannya terjepit. Pertempuran jarak dekat tak terhindarkan.
Dia melemparkan granat terakhirnya ke tentara Belanda. Tak lama kemudian rekan seperjuangan Woltermonginsidi ini gugur.
Sebelum bertempur melawan Belanda, Emmy berlakon sebagai guru rawat LAPRIS (Lasker Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dan penyelundup keperluan media untuk mereka.
47. Loekitaningsih Irsan R
1927 - 2001.
Dia ikut dalam peristiwa 10 November 1945 sebagai ketua Paling Merah 45. Melalui Palang Merah 45, dia berinisiatif mendirikan dapur umum untuk para pejuang.
Pengalamannya itu kemudian memprakarsai terbitnya buku Peristiwa 10 November Dalam Lukisan pada 1988.
48.Marsinah
Jawa Timur, 10 April 1969. - Wafat: 8 Mei 1993.
Dia menjadi saLah satu pelopor perjuangan hak-hak buruh. Bersama kawan-kawannya, dia mendesak perusahaan untuk membayar buruh sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No 50 Tahun 1992.
Karena perusahaan tak kunjung menyanggupinya, demo pecah dalam April 1993. Tak lama kemudian, Marsinah menghilang selama tiga hari. Saat ditemukan, Marsinah telah menjadi mayat dengan luka bekas penganiayaan.
49. Mimi Rasinah
Lahir di Indramayu 5 Marat 1930. - Wafat: 7 Agustus 2010. Seorang penari topeng dan sempat berfikiran untuk berhenti menati. Namun, dia hanya sanggup menjalani hidup tanpa menarinya selama 20 tahun saja dari 80 tahun usianya.
Dia pun kembali menari sampai dunia mulai mengenalnya. Sisa-sisa hidupnya didedikasaikan untuk merawat tradisi tari topeng. Mimi Rasinah tidak pernah berhenti menari sampai kemudian stroke menyerangnya di usia tua.
50. Sjamsiah Ahmad
Lahir tahun 1933. Pernah bekerja di kantor pusat PBB di New York selama 11 tahun (sejak 1978). Selama di PBB, dia banyak terlibat dalam penyusunan dokumen utama untuk program-program UNESCO, termasuk saat akan digelarnya perhelatan Konferensi Dunia III di Nairobi yang mengangkat tema tentang Wanita.
Pada tahun 1988, pulang ke Indonesia dan tetap aktif bekerja mengurus masalah perempuan sebagai asisten Menteri Urusan Wanita.
Seperti dikutip dari Historia.id : Tapak Perempuan Nusantara
1. Cut Nyak Dhien
Lahir di Lampadang, Aceh tahun 1848 dan wafat di Sumedang tanggal 6 November 1908. Setelah suami keduanya gugur, Cut Nyak Dhien memimpin sebagian pasukan kecil yang berperang di hutan. Usainya saat itu sudah tua renta, matanya pun mulai lamur, dan badan yang sering terkena encok. Namun Cut Nyak Dhien bukan orang lemah, dia tidak mudah menyerah pada Belanda. Bahkan pihak Belanda pun sangat berhati-hati terhadapnya, mereka tahu bahwa setelah Teuku Umar wafat, wanita itulah yang menjadi api pembakar semangat rakyat Aceh.
2. Kemalahayati
Berasal dari Aceh pada abad ke 15 - 16.
Setelah menyelesaikan pendidikan agamanya, dia mendaftar ke Akademi Militer Aceh, Mahad Baitul Maqdis. Dia diterima di angkatan laut.
Setamatnya dari akademi, dia menjadi perwira tinggi militer sehingga berhak memimpin pasukan untuk melawan Portugis.
Dia pernah memimpin pasukan yang terdiri atas 1.000 janda muda dan 1.000 gadis remaja. Dia dinobatkan oleh Sultan al-Mukammil sebagai perempuan Aceh pertama berpangkat laksamana.
3. Kalinyamat
Berasal dari Jepara, tahun 1549 - 1579. Nama aslinya adalah Ratna Kencana, namun nama tersebut tidak pernah digunakannya lagi sejak dilantik menjadi penguasa Jepara pada 10 April 1549.
Dia tampil sebagai penengah konflik keluarga Kesultanan Demak setelah wafatnya Arya Penangsang, penguasa Demak.
Di bawah kekuasaannya, Jepara tumbuh sebaga kesultanan di pesisir utara Jawa yang kuat dengan armada lautnya yang handal.
4. Safiatiddin Syah
Lahir di Aceh tahun 1612. Wafat: 23 Oktober 1675.
Selama 35 tahun masa pemerintahannya, Aceh berada dalam kemakmuran. Harga makanan sangat mural. Rakyat tak kelaparan.
Selain mahir mengatur negara, dia sangat mahir menguasai beberapa bahasa seperti Melayu, Arab, Persia, Spanyol, dan Urdu.
5. Nyi Ageng Serang
Berasal dari Semarang, tahun 1752 -1838. Kustiyah Wulaningsih Retro Edhi (Nama kecilnya) menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penguasa Sarang dan sejak itu dia bergelar Nyi Aging Serang.
Dia dikenal dekat dengan rakyat Karena mengatur kebutuhan pangan rakyatnya.
Dia juga memimpin perlawanan terhadap Belanda secara hati-hati dan bergerilya dari atas tandu pada usia 73.
Perlawanan itu merupakan wujud dukungannya kepada Pangeran Diponegoro.
6. Martha Christina Tiahahu
Lahir di Maluku, 4 January 1800. Wafat: 2 January 1818. Dalam usia yang masih belasan tahun, Martha Christina Tiahahu sudah mengangkat tombak melawan penjajahan.
Putri seorang kapitan dari negeri Abubu ini ikut berperang melawan Belanda. Gadis dengan rambut panjang tergerai dan berikat kepala ini sangat setia pada perjuangan rakyatnya meski tahu bahwa kekuatan mereka jauh di bawah para serdadu Belanda.
Namun, gadis ini tidak berumur panjang. Ia ditangkap, dan dalam perjalanannya ke Jawa tahun 1818 untuk dijadikan sebagai pekerja paksa di perkebunan kopi, Martha Christina Tiahahu meninggal dunia.
7. Colliq Pujie
Berasal dari Sulawesi Selatan, tahun1812.
Dia membantu BF Mattes, seorang ahli Bugis berkebangsaan Belanda menyalin naskah Bugis Lama dan epos La-Galago. Pekerjaannya itu merentang waktu hingga 20 tahun.
Atas bantuannya itu, naskah-naskah lama Bugis dan epos La-Galago dikenal dunia. Kapan beliau wafat tidak diketahui secara pasti.
8. R. Ajoe Lasminingrat
Lahir di Garut tahun 1843. Wafat: 10 April 1948.
Masa mudanya dihabiskan di Sumedang untuk bersekolah. Di kota itu, ia diasuh oleh teman ayahnya, Levyson Norman seorang Belanda.
Dia kembali ke Garut pada 1871. Dia sempat menulis beberapa buku sastra dan cerita untuk anak-anak. Berbekal pendidikan yang didapatkannya, Lasminingrat berusaha memperbaiki kehidupan perempuan di Garut.
Dia mencoba mewujudkannya dengan membuka sekolah Kautamaan Istri. Sekolah itu didirikan pada 1907.
9. Sitti Aisyah We Tenri Olle
Berasal dari Tanete, 1855 - 1910.
Dia mencoba memperbaiki taraf kehidupan perempuan melalui pendidikan.
Dia merintis sekolah rakyat untuk semua kalangan. Padahal, saat itu, sekolah hanya tersedia bagi laki-laki.
Selain di bidang pemerintahan dan pendidikan, dia menaruh perhatian dalam bidang kesusasteraan.
Pada masanya, La-Galigo diterjemahkan dari bahasa Bugis Kuno ke bahasa Bugis modern atas perintahnya
10. Cut Nyak Meutia
Berasal dari Aceh, lahir tahun 1870. Wafat: 24 Oktober 1910.
Dia menikah dengan Teuku Muhammad. Mereka punya tujuan perjuangan yang serupa: melawan Belanda. Setelah suami keduanya gugur, dia menikah dengan Pang Nanggroe.
Bersama suami ketiganya, dia meneruskan perjuangan melawan Belanda hingga gugur.
11. Rohana Kudus
Bukittinggi, 20 December 1884. Wafat: 17 Agustus 1942.
Dia dikenal sebagai pendiri Surat kabar perempuan pertama di Indonesia, Soenting Melayu (1912).
Meski tak pernah mendapatkan pendidikan formal, dia sangat senang membaca sejak kecil.
Dalam usia muda (27 tahun) dia mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia. Sekolah ini ditujukan khusus untuk kaum perempuan.
12.Maria Walanda Maramis
Minahasa, 1 Desember 1872. Wafat: 22 April 1924.
Seorang rekan pamannya, Ten Hoeven, sangat memengaruhi jiwa dan alam berpikir Maria.
Dia kemudian banyak menuangkan opininya tentang gagasan kemajuan perempuan di Surat kabar Tjahaja Siang.
Lewat organisasi yang didirikannya pada Juli 1917, Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT), dia berusaha mewujudkan gagasannya.
13. Nyai Ahmad Dahlan
Yogyakarta, 1872. Wafat: 31 Mei 1946.
Dia tak pernah mendapat pendidikan formal, namun memiliki pandangan luas terhadap persoalan kemasyarakatan.
Pergaulannya dengan tokoh-tokoh pergerakan, yang juga menjadi sahabat suaminya, seperti Bung Tomo, Jenderal Sudirman, dan Bung Karno menjadi alasannya.
Dia berpendapat perempuan mempunyai peran sejajar dengan laki-laki melalui pendidikan. Hal itu dia wujudkan dengan menyelenggarakan kursus-kursus pendidikan bagi perempuan.
14. Opu Daeng Risadju
Palopo, Sulawesi Selatan, 1880. Wafat: 10 February 1954.
Walaupun bangsawan dia tak pernah menempuh jalur pendidikan Barat (formal). Pendidikannya lebih banyak dipengaruhi nilai Islam dan adatnya. Awalnya dia buta huruf latin. Namun Karena memiliki semangat belajar yang tinggi dia akhirnya mampu membaca huruf latin.
Keterlibatannya dalam dunia politik dimulai ketika dia bergabung dalam Partai Sarekat Islam Indonesia pada 1927. Atas keterlibatannya itu Belanda menjebloskannya ke penjara. Setelah Indonesia merdeka dia kehilangan pendengarannya karena disiksa tentara NICA.
15. Dewi Sartika
Bandung 4 December 1884. Wafat: 11 September 1947
Dia sangat peduli terhadap pendidikan. Dia mengajarkan baca tulis dan bahasa Belanda kepada anak-anak di sekitar tempat tinggalnya sejak umur 18 tahun.
Metode pengajarannya sangat disenangi mund-muridnya. Karena itu mereka menghadiahkan hasil bumi kepadanya.
Ketika menginjak usia 20 tahun, dia mendirikan Sakola Istri. Sebuah sekolah yang bertujuan memerdekakan perempuan dari ketidakmandirian dan kebodohan.
16. Auw Tjoei Lan
Majalengka 1 February 1889. Wafat 19 December 1965.
Dia perempuan Tionghoa yang melawan perdagangan perempuan.
Pada 1930-an dia menyelamatkan gadis yang hendak dijadikan pelacur.
Dia banyak mendapat tantangan karena pilihannya itu. Dia bahkan pernah dipenjara pada zaman Jepang karena kegigihannya itu.
17. Emiria Sunassa
Tanawangko 1895. Wafat: 7 April 1964.
Dia tak pernah belajar melukis secara akademis. Lukisan pertamanya tercipta lantaran dorongan sahabatnya Guillaume Frederic Pijper, seorang Belanda.
Emiria kemudian memamerkan lukisannya dalam sebuah pameran. Namanya segera dikenal.
Tahun-tahun berikutnya lukisannya dinilai mendobrak wacana mooi indie yang dikembangkan pelukis laki-laki.
18. Rahmah El Yunussiyah
Sumatra Barat 20 December 1900. Wafat: 26 Februari 1969.
Dia gemar membaca majalah dan buku. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan pun terbentuk.
Dia berinisiatif mendirikan sekolah yang bertujuan mengangkat perempuan dari jurang kebodohan Sekolah itu bernama Al-Madrasatul Diniyyah, pada 1 November 1923.
Selain aktif di bidang pendidikan dia juga ikut berjuang dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya saat dia memimpin dapur umum untuk TNI pada 1948.
19. Emma Poeradiredja
Cilemus Cirebon 13 Agustus 1902. Wafat: 19 April 1916.
Dia bekenja di Staatspoorwegen (sekarang PT. Kereta Api) sejak 1921. Kesibukannya tak lantas membuatnya abai terhadap perjuangan kebangsaan.
Dia bersedia menjadi Ketua Jong Islamieten Bond cabang Bandung pada 1925. Dia juga terlibat dalam perhelatan Kongres Pemuda I dan II Kongres Perempuan II (Ketut) III, IV, dan setelahnya.
20. Raden Adjeng Kartini
Jepara, 21 April 1879 | Wafat: 17 September 1904.
Pengarang terkenal Indonesia, Pramoedya Ananda Toer, menjadikan riwayat hidup Kartini sebagai salah satu novelnya, Panggil Aku Kartini Saja.
Judul novel itu diambil dari Sepotong kalimat dalam salah satu surat Kartini, yang bertanggal 25 Mei 1899, kepada Estelle Zeehandelaar. Kartini menulis surat tersebut dalam bahasa Belanda. Kebanyakan Surat Kartini merupakan gagasannya tentang citra ideal perempuan Jawa yang merdeka. Karena gagasannya itu, Kartini dinilai sebagai pelopor emansipasi wanita di Indonesia.
21. Sri Mangoensarkoro
Yogyakarta 1905 | Wafat: 1959.
Dia merupakan salah satu kader terbaik Taman Siswa. Oleh Karena itu dia mampu menempati posisi penting Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (1929) dan Kongres Perempuan II (1935).
Setelah merdeka, dia mendirikan Partai Wanita Rakjat. Sebab, dia berpandangan bahwa gerakan perempuan tak bisa dilepaskan dari gerakan politik.
22. Sujatin
Yogyakarta Y Mei 1907. Wafat: 1 Desember 1983.
Usianya baru 15 tahun saat bergabung ke Jong Java pada 1922. Dia dipercaya sebagai pemimpin majalah terbitan organisasi tersebut.
Melalui guratan pena, dia menuangkan gagasannya tentang pentingnya pendidikan untuk perubahan nasib bangsa terjajah.
Setamatnya sekolah, pada 1926, dia mendirikan Poeteri Indonesia sebuah organisasi yang menghimpun guru-guru wanita.
23. Sukaptinah S.M.
Yogyakalta 28 Desember 1907.
Dia berkesernpatan merasakan dua jenis pendidikan melalui sekolah formal Barat dan Taman Siswa. Hal ini membentuk pergulatan di masa mudanya.
Setelah melalui proses pergulatan jati diri dia bergabung ke Jong Islamieten Bond. Di sini bermula perjuangan gagasannya mengenai perbaikan kedudukan perempuan dalam keluarga dan nasib masyarakat jajahan.
Dia ikut akfif menghelat Kongres Perempuan I di Yogyakarta (1928).
24. Saridjah Niung
Sukabumi 26 Marek 1908. Wafat: 1993.
Tak banyak orang mengetahui nama asli perempuan ini. Perempuan pencipta lagu anak-anak ini lebih dikenal dengan nama "e;Ibu Sud"e;. Lagu-lagu ciptaannya seperti Naik-Naik ke Puncak Gunung Naik Delman dan Tik-Tik Bunyi Hujan sangat digemari dan sering dinyanyikan anak-anak.
Ayahnya mengajarkan nila-nilai patriotisme dan kebangsaan sehingga memupuk benih-benih perlawanan Ibu Sud terhadap Belanda. Bentuk perlawanannya diwujudkan dengan mencipta lagu-lagu berbahasa Indonesia.
25. Ktut Tantri
1908 - 27 JULi 1997
Dia merupakan penyiar Radio Pemberontakan yang dipimpin Bung Tomo. Pada saat terjadi serangan Inggris dia berada di palagan.
Dari medan peperangan itu, dia menyiarkan jalannya perang ke seluruh Eropa melalui radio tersebut.
Simpati dari negara asing pun berdatangan terhadap perjuangan rakyat Surabaya.
26. Miss Tjitjih
1908 1928
Dia membuat sebuah rombongan sandiwara yang semula tidak diperhitungkan, menjadi terkenal. Setelah dia bergabung, rombongan sandiwaranya berkesempatan pentas di beberapa kota seperti Cianjur, Garut, Lebak, Bogor dan Batavia.
Rombongan sandiwaranya bahkan pernah bermain di Istana Bogor, di hadapan gubernur jenderal. Rombongannya segera ternama.
27. Salawati Daud
Sulawesi Selatan 1909 1985.
Dia gencar menentang rencana pasifikasi Belanda di Sulawesi Selatan pada 1946. Dia juga sangat peka terhadap ketidakadilan.
Dia memimpin penyerangan tangsi polisi di Masamba untuk membebaskan republiken yang ditawan pada 1949.
28. Rasuna Said
Agam, Sumbar 14 September 1910 - Wafat: 2 November 1965.
Dia merupakan perempuan yang mahir berpidato. Pidatonya berisi banyak kecaman terhadap ketidakadilan hukum yang dilakukan oleh Belanda. Akibatnya dia menjadi perempuan pertama yang dihukum melalui Speak Delict.
Selain aktif di bidang politik dia peduli pada pendidikan kaum perempuan. Ide-idenya mengenai kemajuan dan pendidikan kaum perempuan mulai tersemai ketika ia mengajar di Diniyah School Putri di Padang Panjang. Dia juga ikut berjasa mendirikan sekolah Thawalib di Padang.
29. Johanna Masdani
29 November 1910 - 14 Mei 2006
Dia perempuan yang penuh dengan kiprah dalam organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan. Dia pernah menjadi anggota Pandu Rakyat Indonesia, Jong Celebes dan Jong Indonesie.
Setelah kemerdekaan, banyak bintang jasa yang diperolehnya. Baginya, roda revolusi Indonesia tak bisa berputar tanpa peran perempuan.
30. Wolly Sutinah
Magetang, 17 JuLi 1915 - Wafat: 14 September 1987.
Orang mengenalnya dengan nama Mak Uwok. Dia merupakan salah satu dari sedikit aktris film serba bisa. Dia bisa memainkan segala macam peran, mulai dari komedi hingga tragedi. Keahliannya bermain toya membawa dia ke kancah dunia perfilman tahun 1933, melalui film Pat Tian Hoat (Delapan Pendekar). Sekira 100 judul film nasional diperankan olehnya. Dia banyak berperan sebagai orang tua berwibawa dengan petunjuk-petunjuknya yang arif sehingga memberikan dampak positif terhadap kaum ibu.
31. Maria Ulfah
Sarang 18 Agustus 1911. - Wafat: 15 April 1988.
Dia menyelesaikan pendidikan hukumnya di Leiden, Belanda pada 1933. Setelah itu dia turut aktif dalam perjuangan kemerdekaan.
Dia pernah menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Pada 1946 dia diangkat sebagai menteri sosial.
32. Soewarsih Djojopoespito
Bogor, 21 April 1912. - Wafat: 24 Agustus 1911.
Dia aktif sebagai aktivis Perkoempoelan Perempoean Soenda selama masa pergerakan kebangsaan. Selama masa itu, dia sempat menulis sebuah novel berbahasa Belanda, Buiten Het Gareel pada 1940.
Selain itu dia juga banyak menulis novel dalam bahasa Sunda.
33. Surastri Karma Trimurti
11 Mei 1912 - 20 Mei 2008
Dia banyak menulis di beberapa Surat kabar selama masa pergerakan kebangsaan seperti di Pikiran Rakyat, Pesat, Bedug, dan Genderang.
Dia menuangkan gagasan anti-penjajahannya di sana. Dia pernah ditangkap Belanda dan Jepang.
Setelah kemerdekaan, dia menjadi menteri perburuhan dalam Kabinet Amir Sjarifudin I dan II.
34. Miss Roekiah
Bandung December 1916. - Wafat: December 1945.
Kariernya mulai cemerlang saat membintangi film 'Terang Boelan' pada 1939.
Karena film ini, dia disebut sebagai selebritis dan simbol kecantikan pertama dalam sejarah film Indonesia.
35. Dewi Dja
Yogyakarta. 1 Agustus 1914. - Wafat: 19 January 1989
Makamnya berada di Hollywood Hills Los Angeles Amerika Serikat.
Makam itu menjadi titik akhir perjalanan perempuan Indonesia pertama yang menembus Hollywood itu. Dewi Dja, terlahir dengan nama Soetidjah, hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah rendah dan tidak tamat. Tetapi, dia mampu menguasai beberapa bahasa.
36. Herawati Diah
3 April 1917.
Lulusan Banard College tahun 1941 ini mengawali karier sebagai wartawan di United Press International (UPI), NewYork, Amerika Serikat. Kemudian, dia kembali ke Indonesia dan menikah dengan B.M Diah. Mereka mendirikan sebuah harian bernama Merdeka tak lama setelah menikah.
Menjelang Konferensi Asia-Afrika, mereka mendirikan sebuah harian berbahasa Inggris, The Indonesian Observer. Para diplomat asing di Jakarta mendapatkan informasi mengenai Indonesia melalui harian tersehut.
37. Julie Sulianti Saroso
10 Mei 1917 - 29 April 1991.
Dia menjadi salah satu dokter perempuan Indonesia yang menonjol di zaman Belanda.
Setelah kemerdekaan dia menjadi salah satu penerima beasiswa UNICEF untuk belajar dalam bidang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) di Inggris, Scandinavia, Amerika Serikat, dan Malaysia pada tahun 1950-1951.
38. Ani Idrus
Sawahlunto 25 November 1918. - Wafat: 9 Januari 1999.
Dia menyukai dunia penulisan sejak muda. Tulisan pertamanya dimuat dalam Majalah Pandji Poestaka. Saat itu, Ani masih berusia belasan tahun. Selain senang menulis di masa pergerakan nasional, dia juga aktif dalam beberapa oganisasi seperti Jong Indonesia dan Gerindo.
Setelah Indonesia merdeka, Ani ikut berjasa dalam pendirian Persatuan Wartawan Indonesia. Di bidang pendidikan, Ani mendirikan Taman Indria dalam 1953 untuk tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
39. Paramita Adurrahman
29 Februan 1920 24 Mares 1988.
Dia menguasai bahasa Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Portugis dan Spanyol. Peneliti LIPI ini ketika masa mudanya merupakan tokoh yang ikut mendirikan dan mengerakkan Palang Merah Indonesia.
Dia menjadi sekjennya dari 1954 sampai 1964. Sebelumnya dalam tahun 1950, bersama Siti Dasimah, dia membentuk Palang Merah Remaja.
Setelah tak menjadi sekjen Palang Merah Indonesia, Paramita mulai menekuni kariernya sebagai peneliti sejarah dan budaya. Salah satu karyanya adalah Bunga Angin Portugis di Nusantara.
40. Rusiah Sardjono
1921 - 13 November 1988.
Lantaran berperan dalam peningkatan kesejahteraan perempuan dan masyarakat, dia pernah menjabat sebagai menteri dalam dua pemerintahan: Soekarno dan Soeharto. Dia menempati posisi Sebagai menteri Sosial.
41. Fatmawati
Bengkuku 5 Februari 1923. - Wafat: 14 Mei 1980.
Sebelum menemani Sukarno berjuang dalam masa-masa sulit menjelang kemerdekaan, Fatmawati telah aktif berjuang melalui Nasyiatul Aisyiah, organisasi perempuan di bawah Muhammadiyah.
Di organisasi itu Fatmawati mengikuti kursus-kursus yang meningkatkan wawasannya mengenai kebangsaan. Kursus tersebut mempertemukannya dengan Sukarno. Mereka menikah pada 1943.
42. Miriam Budiardjo
20 November 1923 - 8 Jan 2007.
Dia adalah penulis buku Dasar-Dasar Ilmu Politik. Buku ini dicetak puluhan kali dan dibajak entah berapa ribu eksemplar.
Selain menulis buku itu, Bu Mir, panggilan akrabnya, menulis Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia (bersama Maswadi Raul). Meski tak cukup produktif menulis, Eep Saefulloh Fatah menyebutnya sebagai peletak dasar ilmu politik di Indonesia bersama Deliar Noer dan Alfian.
43. Umi Sardjono
Semarang, 24 Desember 1923 - Wafat: 11 Maret 2011.
Namanya tak bisa dilepaskan dari gerakan perempuan.
Dia ikut membidani lahirnya Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis) pada 1950.
Program utamanya mengampanyekan hak-hak perempuan dan memperjuangkan kaum buruh tani.
44. Gadis Rasid
1923 - 28 April 1988.
Karena kecerdasannya, Rosihan memintanya bergabung ke tabloid mingguan Siasat. Menurut Rosihan Anwar, dia merintis sebuah babakan baru dalam gaya menulis jurnalistik, interview-features, pada 1947.
Dia pernah bekerja di Kantor penerangan PPB di Jakarta pada 1950-an. Setelah itu dia menjadi koresponden untuk Nieuwee Rottefdamse Courant (NRE).
45. Yetty Rizali Noor
2 Januari 1924 - 23 Februari 1932
Sejak mahasiswa, dia aktif dalam organisasi pergerakan kebangsaan seperti Perkoempoelan Peladjar Oesaha Kita dan Pemoeda Poetri Indonesia. Pada saat itu juga, dia terlihat langsung dalam perjuangan fisik.
Setelah meraih ijazah dokter giginya (1946), dia tak lantas pensiun dari dunia organisasi. Beberapa organisasi yang pernah dipimpinnya itu antara lain Kowani dan Perwari.
46. Emmy Saelan
Makasar, 15 Oktober 1924. - Wafat: 23 January 1941.
Dia meninggal dalam usia muda, 23 tahun. Sore itu, 23 Januari 1947 tentara Belanda mengepung Kassi-Kassi, kampung kecil di Makasar. Emmy dan empat puluh rekannya terjepit. Pertempuran jarak dekat tak terhindarkan.
Dia melemparkan granat terakhirnya ke tentara Belanda. Tak lama kemudian rekan seperjuangan Woltermonginsidi ini gugur.
Sebelum bertempur melawan Belanda, Emmy berlakon sebagai guru rawat LAPRIS (Lasker Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dan penyelundup keperluan media untuk mereka.
47. Loekitaningsih Irsan R
1927 - 2001.
Dia ikut dalam peristiwa 10 November 1945 sebagai ketua Paling Merah 45. Melalui Palang Merah 45, dia berinisiatif mendirikan dapur umum untuk para pejuang.
Pengalamannya itu kemudian memprakarsai terbitnya buku Peristiwa 10 November Dalam Lukisan pada 1988.
48.Marsinah
Jawa Timur, 10 April 1969. - Wafat: 8 Mei 1993.
Dia menjadi saLah satu pelopor perjuangan hak-hak buruh. Bersama kawan-kawannya, dia mendesak perusahaan untuk membayar buruh sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No 50 Tahun 1992.
Karena perusahaan tak kunjung menyanggupinya, demo pecah dalam April 1993. Tak lama kemudian, Marsinah menghilang selama tiga hari. Saat ditemukan, Marsinah telah menjadi mayat dengan luka bekas penganiayaan.
49. Mimi Rasinah
Lahir di Indramayu 5 Marat 1930. - Wafat: 7 Agustus 2010. Seorang penari topeng dan sempat berfikiran untuk berhenti menati. Namun, dia hanya sanggup menjalani hidup tanpa menarinya selama 20 tahun saja dari 80 tahun usianya.
Dia pun kembali menari sampai dunia mulai mengenalnya. Sisa-sisa hidupnya didedikasaikan untuk merawat tradisi tari topeng. Mimi Rasinah tidak pernah berhenti menari sampai kemudian stroke menyerangnya di usia tua.
50. Sjamsiah Ahmad
Lahir tahun 1933. Pernah bekerja di kantor pusat PBB di New York selama 11 tahun (sejak 1978). Selama di PBB, dia banyak terlibat dalam penyusunan dokumen utama untuk program-program UNESCO, termasuk saat akan digelarnya perhelatan Konferensi Dunia III di Nairobi yang mengangkat tema tentang Wanita.
Pada tahun 1988, pulang ke Indonesia dan tetap aktif bekerja mengurus masalah perempuan sebagai asisten Menteri Urusan Wanita.
Seperti dikutip dari Historia.id : Tapak Perempuan Nusantara