Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Inilah perjanjian keramat Bung Karno dengan Kennedy

"Considering this statement, which was written and signed in November, 21 th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained”. Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada tahun 1963.


The Green Hilton Memorial Agreement Geneva yang menyebabkan terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy 22 November 1963. Inilah perjanjian yang kemudian menjadi pemicu dijatuhkannya Bung Karno dari kursi kepresidenan oleh jaringan CIA yang menggunakan ambisi Soeharto. 
 





Perjanjian itu bernama The Green Hilton Memorial Agreement Geneva. Akta termahal di dunia ini diteken oleh John F Kennedy selaku Presiden AS, Ir Soekarno selaku Presiden RI dan William Vouker yang mewakili Swiss. Perjanjian segitiga ini dilakukan di Hotel Hilton Geneva pada 14 November 1963 sebagai kelanjutan dari MOU yang dilakukan tahun 1961. 

 Harta tersebut diangkut VOC ke Belanda, Direbut Jerman lalu dikuasai Amerika ketika menang perang dunia ke-2. Semuanya itu bermula dari kisah kerakusan para raja-raja yang ada di nusantara dulu pada era penjajahan Belanda. Para raja-raja menurut literatur dari berbagai sumber, lebih senang menyimpan batangan emasnya pada De Javasche Bank (DJB), bank sentral pemerintah kolonial Belanda di Jakarta yang kemudian menjadi Bank Indonesia sekarang. Tetapi banyak juga memang kekayaan harta nenek moyang itu dirampas oleh VOC secara paksa. Harta-harta inilah kemudian diangkut ke negeri Ratu Yuliana (ketika itu). Setelah Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Nazi membawa kekayaan itu ke negaranya. Pada Perang Dunia II, Jerman kalah perang dengan Amerika, Harta itu pun diangkut ke Amerika yang kemudian dijadikan modal untuk mendirikan The FED. Inilah yang kemudian mengapa sebagian besar para tetua kita mengklaim bahwa Indonesia punya saham di FED, namun tidak pernah diakui keberadaannya. Mendengar kabar buruk tersebutlah kemudian mendorong Bung Karno selaku Presiden RI untuk melakukan perundingan dengan petinggi Amerika dan Eropa. Bung Karno berhasil mendapatkan pengakuan bahwa harta itu memang berasal dari bangsa Indonesia, tetapi mengabaikan kewajiban bagi negara itu untuk mengembalikannya. Sebab, bagi mereka itu merupakan harta rampasan perang. Hasil kesepakatan itu dinamai “Hilton Agreement” yang terjadi pada tahun 1961.

Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab, volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.
 

Perjanjian surat itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika, yang ikut serta meneken dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat dan Willian Vouker yang berstempel “The President of The United of America“ dan di bagian bawahnya tertera tandatangan Soekarno dan Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse”.
 

Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah mengapa Soekarno tidak menggunakan stempel RI. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup kelak.

Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hilton Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan Soeharto ketika menjadi Presiden RI kedua. Dengan dalih sebagai dalang PKI, banyak orang terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. 


Dua tokoh besar yang sama-sama dijatuhkan

Menurut tutur mereka kepada Pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang terlacak kemudian adalah “Dana Revolusi” yang nilaiya tidak seberapa. Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian “The Green Hilton Agreement“ ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.

April 2009 dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2,5 % ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil biaya sewanya saja sudah tertera 48.577 ton emas. Artinya, kekayaan itu sudah menjadi dua kali lipat lebih dalam kurun kurang dari setengah abad atau setara dengan USD 3,2 triliun atau Rp 31.718 triliun, jika harga 1 gram emas Rp 300.000.
Hasil lacakan terakhir, hasil dana yang tertampung dalam rekening khusus itu jauh lebih besar dari itu. Sebab, rekening khusus itu tidak dapat tersentuh oleh otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak. Karenanya, banyak orang-orang kaya dunia menitipkan kekayaannya pada account khusus ini. 


Tercatat mereka seperti Donald Trump, pengusaha sukses property Amerika, Raja Maroko, Raja Yordania, Turki, termasuk beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti Adnan Kasogi dan George Soros. Bahkan, Soros hampir menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk mencairkan rekening khusus ini sebelumnya.


Kisah sedih itu terjadi Presiden Susilo Bambang Yudoyono ikut serta dalam pertemuan G20 April 2012 silam. Karena Presiden SBY tidak pernah percaya atau ada mungkin hal lain yang kita belum tahu, maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi G20. Padahal tekenan SBY dalam sebuah memorandum G20 di London itu telah diperalat oleh otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status harta dan kekayaan rakyat Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan diplomatik. 


Mengapa? Karena isi memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling terparah dalam sejarah umat manusia.


Aset Raja Nusantara, kepada pribadi Bung Karno adalah “cacat hukum”. Sebelum jauh anda melangkah menelusuri gunung-gunung, daerah-daerah, kota pesantren dan lain-lain mencari sesepuh pemegang amanah yang benar dan tidak terjerumus dalam kehancuran karena ketemu yang mengaku sesepuh amanah, akan lebih baik anda buka Al – Qur’an surat Al – Anfaal  ayat satu sampai  ayat empat, yang artinya; 


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha  Pengasih  lagi Maha Penyayang

  1. Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah “ Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itulah bertaqwa kepada Allah dan Rasul-NYA jika kamu adalah orang – orang yang beriman”. 
  2. Sesungguhnya  orang–orang  yang  beriman  ialah  mereka  yang  bila  disebut  nama  Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNYA bertambahlah iman mereka (karena NYA), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. 
  3. Yaitu orang–orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizqi yang Kami berikan kepada mereka. 
  4. Itulah orang–orang yang beriman dengan sebenar–benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhannya dan ampunan serta rizqi (nikmat) yang mulia.
     
Membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka disebut aset–aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang ada dalam The Heritage Foundation demi menyelamatkan umat manusia.
Memang, menurut sebuah sumber terpercaya ada pertanyaan kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu saja, tentu saja tanda tangan SBY diperlihatkan dalam pertemuan itu. Berarti, sirnalah sudah harta rakyat bangsa Indonesia. Barangkali inilah “dosa SBY” dan dosa kita semua yang paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya ada geliat diplomatik tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu. Lantas ada pertanyaan, sebodoh itukah kita? [koranpagionline.com]