Sunan Kalijaga
Raden said adalah putra raden sahur tumenggung Wilakitka, adipati tuban. Raden sahur adalah keturunan rangga lawe yang sudah masuk islam. Raden said sebenarnya adalah seorang anak muda yang taat kepada agama dan bakti kepada orang tua. Namun tidak bisa menerima keadaan disekililingnya, karena pada saat itu banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan di masyarakat.
Sebagaimana diketahui bersama, akibat perang bersaudara yang berlarut-larut mak majapahit mengalami kemunduran. Mental para pejabat banyak yang keropos mereka menarik pajak upeti dalam jumlah tinggi kepada rakyat tapi disetorkan ke atasan dalam jumlah yan tidak seberapa.
Bahkan sering kali pajhak upeti tersebut masuk kantong para pemungut pajak sendiri. Musim kemarau panjang dan bahaya kelaparan makin membuat rakyat tersiksa. Hal ini disaksikan sendiri oleh raden Said yang masih berjiwa suci bersih. Hatinya berontak tak dapat menerima semua itu.
Pada malam hari sering dia mengambil padi dan jagung dan bahan makanan lainnya di gudang kadipaten untuk diberikan kepada rakyat jelata yang membutuhkannya. Dalam melakukan aksinya ini dia selalu mengenakan topeng sehingga tak ada yang tahu bahwa penolong fakir miskin itu adalah Raden Said, putra adipati Tuban.
Adipati tuban yaitu raden sahur sangat marah mendengar laporan itu. Raden said dihukum berat kedua tangannya di cambuk dengan rotan seratus kali sehingga kedua tangannya itu melepuh dan mengeluarkan darah serta lecet-lecet. Jerahkah dia ? ternyata tidak sesudah habis masa hukumannya dia beraksi lagi. Kali ini tidak mengambil bahan-bahan makanan milik ayahnya melainkan merampok harta benda milik para hartawan kaya raya dan para tuan tanah.
Dan hasil rampokan itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin serta orang-orang yang lebih membutuhkannya. Hal ini pun tidak berlangsung lama. Ada seorang perampok lain mengetahui aksi raden said itu, lalu orang itu menyamar eperti raden said. Pakaian dan topengnya yang dikenakan raden said saat melakukan operasi menggaron rumah orang.
Tentu saja orang yang menyamar seperti raden said itu tidak membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin, harta itu hanya dinikmatinya sendiri. Bahkan sewaktu melakukan penggarongan sering kali dia melakukan pemerkosaan pada wanita-wanita cantik yang dijumpainya.
Pada suatu hari raden said mendengar jeritan para penduduk yang rumahnya dijarah sekawanan perampok. Mendengar itu raden said segera mengenakan topengnya dan bergerak menolong penduduk yang kampungnya diserang sekawanan perampok.
Ketika dia masuk ke salah sebuah rumah penduduk untuk menolong seorang wanita justru wanita itu mencekal tangannya dan berteriak histeris. Sementara itu sekawanan perampok yang beraksi sudah meninggalkan perkampungan. Raden said terjebak ternyata para perampok dipimpin oleh oran yang menyamar sebagai dirinya.
Jeritan wanita tadi mengundang para pemuda kampong raden said di tangkap dan di bawa ke balai desa kepala desa yang penasaran mencoba melihat wajah raden said dengan menguakan sedikit topengnya. Betapa kaget kepala desa itu setelah mengetahui bahwa perampok itu tidak lain adalah putra adipatinya sendiri. Raden said dituduh memperkosa dan membunuh orang.
Berita itu sampai ke telinga orang tua raden said. Tak terkirakan betapa marah ayahbraden said mendengar kejahatan anaknya itu. Ibu raden said yang biasanya selalu membelanya sekarang pun tak dapat membendung kemarannya lagi. Ketika beliau melihat kehadiran raden raden said di pintu gerbang kadipaten maka wanita tua berdiri tegak sembari menuding ke arah raden said.
Pergi dari kadipaten tubab ini !” teriak ibu raden said” jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding rumah ini dengan ayat-ayat Qur’an yang sering kau lantunkan dimalam hari. Hati siapa yang takkan hancur mengalami peristiwa itu raden said bermaksud menolong para penduduk yang menderita tapi akibatnya malah dia dituduh sebagai pembunuh dan pemerkosa. Dengan wajah tertunduk raden said meninggalkan pintu gerbang kadipaten tuban bahkan meninggalkan wilayah kadipaten tuban mengembara tanpa tujuan yang pasti.
Ayah dan ibu raden said juga terpukul batinnya sebenarnya mereka merasa bangga mempunyai anak yang tekun beribadah dan berbakti kepada orang tua. Bila raden said berada diistana kadipaten sering kedua orang tuanya mendengar putranya melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu menyentuh kalbu. Sekarang istana itu sepi dari bacaa Al-Qur’an. Nama raden said pun telah tercoreng, betapa malu dan kecewa hati keduannya.
A. TAKLUKNYA SEORANG JAGOAN
Sudah bertahun tahun raden said meninggalkan kadipaten tuban dalam pengembaranya dia sampai di sebuah hutan bernama jatiwangi di sana dia terkenal sebagai seorang pemuda sakit yang sering merampok para hartawan dan pedagang kaya raya. Seperti dulu hartya itu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Orang menyebutnya sebaai Berandal Lokajaya. Pada suatu hari ada seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Dari kejauhan Raden Said sudah mengincar orang tua itu. Orang itu membawa tongkat yang gagangnya tampak terbuat dari emas berkilauan. Setelah dekat, Raden Said menghadang langkah orang itu. “Orang tua, tampaknya kau tidak buta. Kapun masih kuat berjalan dengan baik, kenapa kau membawa-bawa tongkat segala?’ Tanya raden Said. ‘Anak muda, “kata orang tua itu. ‘dengan tongkat ini, akku tidak akan tersesat bila berjalan di dalam gelap.” “Tetapi sekarang ini hari masih siang, tanpa tongkat pun ka pasti dapat berjalan dengan baik. “bantah Raden Said.
Orang tua itu memandang raden Said penuh perhatian. Wajahnya menunjukkan sifatnya yang welas asih namun pribadinya agung dan berwibawa. “Anak muda, tongkat itu adalah pegangan, “kata lelaki berjubah putih. “Orang hidup atau berjalan haruslah pegangan atau pedoman supaya tidak tersesat jalannya.” “Saya ingin melihat tongkatmu, “kata Raden Said.
“Dari melihat akan timbul rasa ingin memiliki, tak baik memiliki kepunyaan orang lain, “kata lelaki berjubah putih. Tiba-tiba, tanpa berkata lagi Raden Said merebut tongkat orang itu, karena tongkatnya dicabut dengan paksa maka orang itu jatuh tersungkur ke tanah.
Raden Said mengamat-amati tongkat itu, sungguh aneh, tongkat yang tadinya bergagang emas berkilauan itu sekarang berubah jadi kayu biasa. Sementara itu, dengan susah payah lelaki berjubah putih bangkit berdiri sembari mengeluarkan air mata. Orang tua itu menangis. Raden Said merasa heran. “Jangan menangis orang tua, “ kata Raden Said sembari mengulurkan tongkat yang dipegangnya. “Ini tongkatmu kukembalikan.”
“Saya tidak menangis karena tongkat itu kau rebut, “kata lelaki berjubah putih. “Tapi saya merasa menyesal dan berdosa, karena saya jatuh tersungkur dan tanpa sengaja mencabut rumput yang tidak bersalah ini.”
“Hanya sebatang rumput ? kau merasa berdosa ?” Tanya Raden Said.
“ rumput itu sama-sama makhlluk Allah. Aku mencabutnya tanpa suatu keperluan. Kalau aku mencabutnya untuk makanan ternak itu tidak mengapa, tapi bila untuk kesia-siaan itu sungguh berdosa.” Raden Said tercekat mendengar ucapan yang filosofis itu.
“Mengapa kau tega berbuat kasar pada orang tua?” “Saya menginginkan harta, “Jawab Raden Said. “Untuk apa?” Tanya lelaki berjubah putih. “Saya berikan fakir miskin mereka lebih menderita daripada kita, “jawab Raden Said. “Sunguh mulia niatmu, tapi saying cara kau tempuh itu salah, “ujar lelaki berjubah putih. “Apa maksudmu?”
“Allah itu baik, suka pada barang baik dan hanya menerima amal dari barang yang baik dan halal, “jawab lelaki berjubah putih. Raden Said makin tercengang mendengar ucapan itu.
“Jelasnya, “sambung lelaki berjubah putih itu. “ Allah tidak menerima sedekah dari barang yang didapat secara haram. Jadi sia-sia saja sedekah yang kau berikan dari hasil merampok selama ini. Kalau kau menginginkan harta, ambillah itu ! itu harta halal “?
Berkata demikian lelaki berjubah putih itu menunjuk sebuah pohon aren. Seketika pohon itu berubah menjadi emas, batangya, daunnya, buahnya, semua berubah menjadi emas berkilauan.
Raden Said mengerahkan ilmunya. Dia mengira orang tua itu sedang mengerhakan ilmu sihir, kalau orang tua itu mengeluarkan ilmu sihir maka dengan mudah dia dapat menangkalnya. Tapi dia kecele. Orang tua itu ternyata tidak mengeluarkan ilmu sihir. Serta merta Raden Said menjblak ditempatnya berdiri. Pohon itu benar-benar telah berubah menjadi emas.
Raden Sait terpaku di tempatnya berdiri. Kemudian Dia mencoba memanjat pohon itu, ingin mengambil beberapa buahnya yang berkilauan. Belum lagi sampai di atas tiba-tiba buah yang berujud emas itu rontok, berjatuhan mengenai kepalanya.
Raden Said jatuh ke tanah tak sadarkan diri. Ketika dia sadar, pohon aren itu kembali seperti semula. Buahnya yang tadi rontok berwarna emas kini beruba jadi hijau sebagaimana buah aren biasa.
Raden Said celingukan, mencari-cari orang tua berjubah putih yang tadi merubah pohon aren jadi emas. Tapi orang tua itu sudah tak tampak lagi.
Sadarlah Raden Said bahwa orang tua itu adalah seorang sakti berilmu tinggi, mungkin golongan para ulama’ besar atau para wali segera saja Raden Said mengejar orang tua itu, mengikuti jejaknya. Dia ingin menjadi muridnya. Setelah mengerahkan seluruh tenaganya barulah dia dapat melihat bayangan orang tua itu dari kejahuan. Orang tua itu tampak pelan saja saat melangkah, tapi Raden Said masih belum dapat menyusulnya.
Setelah nafasnya hampir habis barulah Raden Said dapat menyusul orang tua itu di tepi sungai.
’’ Ada apa kau menyusulku, anak muda?’’ Tanya orang tua itu.
’’ Sudilah kiranya menerima saya sebagai murid,’’ ujar Raden Said.
Orang tua itu yang tak lain adalah Sunan Bonang bersedia menerima Raden Said sebagai muridnya. Tapi Raden Said harus melalui ujian kesetiaan.
Sunan Bonang kemudian meneruskan perjalanannya ke Masjid Demak. Lagi-lagi hati Raden Said tercekat karena dia melihat Sunan Bonang berjalan di atas air bagaikan berjalan didaratan saja. Makin mantaplah tekad Raden Said untuk berguru kepada Sunan Bonang.
Al-kisah, Sunan Bonang terlupa pada Raden Said yang di suruh menungguhi tongkatnya di tepi sungai. Hal ini sudah berlangsung berbulan-bulan lamanya. Bahkan ada yang menyebutkan bertahun-tahun. Sesudah teringat maka pergilah Sunan Bonang menemui Raden Said. Dia ingin melihat apakah Raden Said cukup setia menugguhi tongkatnya.
Sunan Bonang kaget setelah melihat Raden Said ternyata tetap setia menungguhi tongkatnya di tepi sungai sambil bersemedi. Menurut sumber lain dikatakan bahwa Raden Said berdo’a kepada tuhan supaya ditidurkan seperti halnya Tuhan menidurkan tujuh pemuda di Goa kahfi selama bertahun-tahun. Doa Raden Said dikabulkan, dia dapat tidur selama bertahun-tahun sehingga seluruh tubuhnya dirambati akar dan daun-daun pepohonan.
Sunan Bonang baru dapat membangunkan Raden Said setelah mengeluarkan suara adzan. Cara lainnya tidak dapat membangunkan pemuda Raden Said kemudian di bawa ke tempat Sunan Bonang. Diberi pelajaran agama tingkat tinggi sehingga berkat ketekunan Raden Said dia dapat mewarisi seluruh Sunan Bonang.
Karena Raden Said pernah bersemedi atau bertapa atau tertidur di tepi sungai bertahun-tahun maka setelah menjadi wali, dia disebut sebagai SUNAN KALIJAGA.
Kalijaga artinya yang menjaga sungai.Ada yang mengartikan kalijaga sebagai orang yang menjaga aliran kepercayaan masyarakat pada masa itu. Karena Sunan Kalijaga sangat halus dalam berda’wah.
Beliau tidak langsung menunjukkan sikap anti pati terhadap kepercayaan masyarakat pada Zaman itu, semua aliran didekati, dipergauli yang kemudian pada akhirnya diarahkan kepada agama Islam.
2. JASA-JASA SUNAN KALIJAGA
A. Sebagai Da’i (Mubaligh)
Beliau di kenal sebagai seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat. Dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Jika para Wali lain kebanyakan hanya berda’wah daerahnya saja yaitu mendirikan Padepokan atau Pesantren maka Sunan Kalijaga ini dikenal sebagai Mubaligh keliling yang kondang.
Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat bergaul dan mengumpulan rakyat untuk kemudian diajak mengenal agama Islam. Beliau ahli menabuh gamelan, pandai mendalang, pandai menciptakan tembang yang kesemuanya itu dipergunakan untuk kepentingan da’wah.
Terhadap adat itiadat rakyat beliau tidak langsung menentang secara tajam yang akhirnya hanya membuat mereka lari dan enggan mengenal Islam.
Beliau dekati rakyat yang masih awam, yang masih berpegang pada adat lama dan diberinya adat lama itu warna Islami. Dengan caranya yang luwes tersesbut maka banyaklah orang Jawa yang bersedia masuk agama Islam.
B. Sebagai Ahli Seni
Diantara keahlian Sunan Kalijaga ialah beliau itu kreatif dalam segala cabang seni, diantaranya :
Beliaulah yang pertama kali menciptakan baju taqwa. Baju Taqwa iniakhirnya disempurnakan oleh Sultan Agung dengan destar nyamping dan keris serta rangkaian lainnya.
Beliau ahli seni suara yaitu pencipta Tembang Dandang Gula dan Dandang Gula Semarangan.
Ahli seni lukis, yaitu menciptakan bentuk seni ukir bermotif dedaunan, bentuk gayor atau alat menggantungkan gamelan dan bentuk ornamentik lainnya yang sekarang dianggap sebagai seni ukir Nasional. Semua itu tak lain adalah ciptaan Sunan Kalijaga dan wali lainnya. Sebelum jaman para wali, kebanyakan seni ukir bermotifkan manusia dan binatang.
Sunan Kalijagalah yang memerintahkan Ki Pandanarang atau Sunan Tembayat untuk membuat Bedhu, yaitu semacam drum besar untuk memanggil orang supaya berkumpul di masjid. Sesuai dengan bunyinya maka falsafah bedhug itu artinya adalah sebagai berikut : deng-deng=deng isih sedeng-isih sedeng. Atau masih muat, yaitu di dalam masjid masih muat atau cukup utnuk shalat berjamaah. Kalau kentongan langgar berbunyi thong-thong-thong, artinya masih kotong atau masih kosong.
Gerebek Maulud itu adalah suatu acara yang diprakarsai sunan kalijaga. Aslinya acara ini adalah tabligh atau pengajian akbar yang diselenggarakan para wali di depan masjid demak untuk memperingati Maulid Nabi. Dalam kesempatan itu juga diadakan musyawarah tahunan para wali. Di halaman masjid demak ditempatkan gamelan dan komplek masjid dihias dengan hiasan yang menarik dan meriah. Suasana jadi meriah seperti pasar malam, orang yang ingin melihat perayaan harus melalui pintu yang disebut gapura sembari mengucapkan syahadat. Sesudah pengunjung melimpah maka gamelan ditabuh disertai tembang-tembang keagamaan kemudian diselingi ceramah atau da’wah para wali. Perayaan itu berlangsung seminggu penuh. Pada jaman itu belum disebut gerebek, kata geberek baru ada dijaman keraton surakarta dan yogyakarta. Gerebek artinya mengikuti yaitu mengikuti sultan dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan peringatan Maulud Nabi saw. Adapun arti sekaten adalah dari bahasa arab syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Yang dimaksud dengan sekaten adalah dua buah gamelan yang diciptakan sunan kalijaga dai ditabuh pada hari-hari tertentu. Nama gamelan itu semula adalah kyai nagawita dan kyai guntur Madu. Sekarang disebut kyai sekati dan Nyai sekati. Gamelan itu misalnya dibunyikan pada hari jum’at atau hari-hari besar islam lainnya. Karena rakyat senang mendengar bunyinya maka mereka berkumpul untuk mendengarkannya di depan masjid demak bila mereka sudah berkumpul para wali memberi ceramah agama islam.
Gong sekaten adalah ciptaan sunan kalijaga yang mempunyai falsafah mengajak orang masuk islam Yaitu : keneng bunyinya nong-nong-nong. Kempul suaranya pung-pung-pung. Kendang bunyinya tak-ndang-tak-ndang. Genjur bunyinya nggurrrr. Semua gamelan itu bila dibunyikan bersama akan membentuk suara kesatuan yang unik yaitu : Nong-ning nong kana nong kene pumpung mumpung-mumpung pul-pul-pul ndang-ndang-ndang,endang-endang tak ndang-ndang tandang nggur, jegurrr. Artinya ialah : di sana di situ di sini, mumpung masih ada waktu atau masih hidup, berkumpulah dan cepat-cepat masuk agama islam.
Pencipta wayang kulit, karena pada jaman sebelum wali, hanya ada wayang beber yaitu gambarnya setiap adegan dibeber pada sebuah kulit. Gambarnya adalah berupa manusia. Kemudian oleh sunan kalijaga dirubah menjadi bentuk wayang kulit seperti sekarang ini.
Di antara tembang ciptaan sunan kalijaga yang masih akrab dikalangan rakyat jawa hingga jaman sekarang adalah tembang lirilir. Teks tembang tersebut adalah sebagai berikut ilir-ilir lilir ilir tandure wis sumilir tak ijo royo-royo dak sengguh penganten anyar cah angon-a acah angon peneko blimbing kuwi lunyu-lunyu penek no kanggo masuh dodotiro dodotiro, dodotiro kumitir bedhah ing pinggir domono jlumotono kanggo seba mangko soe mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane yo surako surak horee.
3. MURID-MURID SUNAN KALIJAGA
A. SUNAN BAYAT
Ki pandarangan selaku adipati semarang adalah orang yang terkenal akan kekayaannya. Walau masih sibuk dalam urusan pemerintahan dia masih sempat berdagang bermacam-macam dagangan dari emas permata hingga temak sapi kerbau dan kambing. Kekayaannya tidak terbilang istrinya banyak anaknya banyak dan relasinya juga banyak. Namun ada satu sifatnya yang kurang terpuji yaitu kikir alias bakhil.
Pada suatu hari ada seorang penjual rumput datang ke rumahnya. Umumnya rumput pada waktu berharga dua puluh ribu lima keteng tapi ki pandaranang menawarnya dengan harga lima belas keteng dan tanpa belit-belit rumput itu diberikan oleh penjualnya.
Esoknya penjual rumput itu datang lagi kali ini lebih pagi dan rumputnya tampak segar-segar. Ki pandaranang heran karenanya “pak tua sepagi ini dari mana kau peroleh rumput segar ini Tanya ki pandaranang. “dari jabalkat tuan “jawab penjual rumput.Lagi-lagi ki pandarananganheran karena jabalkat itu adalah tempat yang jauh. Setelah harga rumput dibayar seperti kemarin penjual umput itu tidak segera beranjak pergi. “Apalagi yang kau tunggu ?” Tanya ki pandaranang “Hamba minta sedekah tuan, “
Ki pandaranang merogoh sakunya tanpa menoleh dia lemparkan seketeng uang ke tanah dihadapan si penjual rumput. “Hamba tidak minta sedekah uang hamba minta bedhug berbunyi di semarang. Ki pandarangan melengak mendengar permintaan aneh dari penjual rumput itu. Minta bedhug artinya harus mendirikan masjid, harus meramalkan agama islam di semarang. Jangankan menyiarkan agama islam menjalankan sholat lima waktu yang aneh-aneh pak tua “kata ki pandarangan “Sudah ambilah uang itu dan cepat pergi dari sini.
“Hamba tidak butuh uang, kalau hamba membutuhkan uang atau harta sekali cangkul hamba sudah dapat mengertuk emas. “ujar penjual rumput itu. “Huh ! sombong betul kau ini pak tua ! coba kalau kau bisa meneduk emas dengan sekali cangkul untuk apa kau bersusah payah menhjual rumput dari jabaikat ke sini ? coba buktikan omong besarmu itu kalau kau memang bisa melakukannya aku akan berguru kepadamu. Tapi bila kau hanya sengaja mempermainkan adipati semarang “jangan salahkan bila akua menjatuhkan hukuman beat kepadamu !”
Ki pandaranang lalu memerintahkan pelanyannya menambil cangkul diberikan kepada lelaki penjual rumput sembari berkata “ Hayo buktikan ucapanmu yang sombong itu”.
Si penjual rumput meneima cangkul itu dengan sikap tenang. Hanya sekali cangkul dan ketika tanah itu di tarik tiba tiba menjadi emas berkilauan. Sepasanf mata ki pandanarang yang doyan harta itu terbelalak tak henti hentinya dia menatap bonkahan tanah yang kini berubah menjadi emas. Lama dia tertegun di tempatnya sehingga tak sadar bahwa lelaki penjual rumput itu sudah meninggalkan halaman rumahnya.
Ki pandanarang sadar bila berhadapan dengan seorang berilmu tinggi maka segera dikejarnya orang itu. Setelah menguras seluruh tenaganya barulah dapat menyusul pak tua penjual rumput “ Mau apa kau menyusulku ? Masih kurangkah bongkahan emas itu bagimu ?” Tanya lelaki penjual rumput.
“Bukan, bukan untuk itu saya datang kemari, “kata ki pandanarang “saya ingin berguru kepada tuan.” “Berguru ? Mau berguru apa ?”
“Saya ingin memperdalam agama islam sehingga nanti dapat membingbing rakyat kadipaten semarang untuk memeluk agama islam dengan teguh, “kata ki pandanarang. “jadi kau mau memenuhi permintaanku membunyikan bedhug di semarang ?” “Benar tuan “jawab ki pandanarang. “tapi berguru itu berat syaratnya, mau kau memenuhi syarat-syaratnya ?”
“saya bersedia “sahut ki pandanarangan “pertama kau harus menjalankan ibadah selama hidupmu jangan sampai kau teledor mengerjakan shalat lima waktu beramal dan bersedekah dirikan masjid dan jama’ah islam di semarang. Kedua berikan hartamu kepada yang berhak karena hata hanya akan menjadi penghalang bagi cita cita luhurmu. Janan sekali kali kamu terpikat pada harta kecuali membutuhkan sekedarnya saja sekedar berbagai bekal untuk beribadah. Ketiga orang berguru itu harus meninggalkan rumahnya. Susullah aku ke gunung jabalkat “Wahai tuan yang arif dan waskita, “ujar ki pandaranang “ di manakah gunung jabalkat itu ? dan siapakah sesungguhnya tuan ini ?” “Gunung jabalkat itu terletak di daerah tembayat. Dan aku adalah sunan kalijaga.”
Mendengar nama besar itu serta merta ki pandanarang menjatuhkan diri berlutut, namun ketika dia mendongakkan kepala sunan kalijaga sudah lenyap dari pandangan matanya.
Ki pandanarang segera pulang ke rumahnya. Sejak itu dia berubah kalau dahulu dia pelit sekarang sangat dermawan.
Pembangunan masjid di semarang dia sendirilah yang menanggung biaya. Bedhug yang diminta sunan kalijaga dinuatkan dengan memilih kayu terbaik dan kulit sapi yang bagus.
Zakat dibayar sebagaimana mestinya, fakir miskin dan orang orang yang menderita ditolongnya tanpa pamrih. Ikhlas karena Allah. Setelah tiba saatnya maka dia bermaksud menyusul sunan kalijaga ke gunung jabalkat.
Di antara sekian banyak istinya hanya seorang yang memaksanya hendak ikut mendampingi ke gunung jabalkat. “Baiklah, kata ki pandanaranang. Kau boleh saja ikut tapi ingat jangan membawa harta . itu larangan guruku. Harta itu hanya menjadi penghalang saja.
Ki pandanarang kemudian berganti pakaian serta putih. Istrinya juga berbuat serupa. Setelah itu keduanya berangkat dengan berjalan kaki. Ki pandanarang berangkat sembari membawa tongkat terbuat dari bamboo yang didalamnya diisi dengan emas dan permata. Barangkali pada suatu ketika ada gunanya, demikian piki istri ki pandanarang. Ki pandanarang yang berjalan didepan dicegat tiga orang perampok namun karena dia tidak membawa harta maka perampok itu segera melepaskannya. Ki pandanarang meneruskan langkahnya dengan tenang. Ketika istrinya lewat di hadapan perampok maka dia digeledah. Tongkatnya dirampas isinya dikeluarkan dan diambil. Tentu saja para perampok itu berorak sorai mendapatkan emas permata dalam jumlahnya yang tidak sedikit. Istri ki pandanarang itu konon bernama Ambarwati.
Dia menangis tersedu-sedu sembari berteriak-teriak memanggil suaminya. “Kakangmas……! Apakah kau sudah lupa pada istimu ? ini ada orang tiga berbuat salah !” tempat kejadian itu hingga sekarang dinamakan salatiga.
Akhirnya Ambarwati dapat menyusul suaminya. Ki pandanarang tidak terkejut mendengar penuturan istrinya, karena dia sudah tahu sewaktu beangkat istrinya itu membawa emas permata. Bukankah sudah kukatakan bahwa harta hanya akan menjadi penghalang tujuan luhur kita ?” ujar ki pandanarang. “sekarang berjalanlah di muka.
Ambarwati kemudian berjalan dimuka. Tidak berapa lama kemudian ki pandanarang dicegat perampok bernama Ki Sambangdalan. “Serahkan hartamu atau kau akan kuhajar hingga babak belur !” ancam Ki Sambangdalan. “Aku tidak membawa harta, jawab Ki Pandanarang. Ki Sambangdalan tidak percaya. Dia merebut tongkat Ki Pandanarang. Tentu saja tongkat itu tidak berisi emas karena hanya tongkat biasa. “Di mana kau sembunyikan hartamu ?”hardik Ki Sambangdalan.
‘Aku tidak membawa harta, kata Ki Pandanaran sambil terus melangkah.Anehnya Ki Sambangdalan hanya berani menggertak saja. Dia tidak berani memukul atau menghajar Ki Pandanarang. Ki Sambangdalan terus mengikuti kemanapun Ki Pandanarangsmbil terus mengeluarkan ancaman. Lama-lama Ki Pandanarang bosan diikuti dari belakang sembari digertak-gertak begitu. “ Kau ini bengal, keras kepala seperti domba !”Kata Ki Pandanarang.
Seketika kepala Ki Sambangdalan berubah menjadi kepala domba atau kambing. Tapi lelaki itu tidak menyadarinya. Dan terus mengikuti Ki Pandanarang. Suatu ketika keduanya sampai di tepi sungai. Ki Sambangdalan merasa takut masuk kedalam air. Dan ketika melihat bayangannya di dalam air yang jernih dia terkejut sembari menjerit keras.
“Aduh biyung ! Tobat ! Minta ampun ! kenapa kepalaku berubah menjadi domba ?” demikian teriaknya berkali-kali. “Itu karena kesalahanmu sendiri, “ ujar Ki Pandanarang.
“Kembalikan saya ke ujud semula, “pinta Ki Sambangdalan.
Ki Pandanarang tidak menjawab. Ki Sambangdalan menjadi takut dan akhirnya mengikkuti kemanapun Ki Pandanarang pergi. Akhirnya tibalah mereka di Gunung Jabalkat.
Untuk menebus dosanya Ki Sambangdalan harus mengisi Jung (Padasan ) dengan air di bawah bukit. Jung itu tidak tertutup, sehingga bila Ki Sambangdalan sampai di atas bukit Jung itu sudah habis isinya. Tapi demi menebus kesalahannya maka pekerjaan itu dia lakukan tanpa mengenal putus asa. Pada suatu hari Sunan Kajijaga datang ke tempat itu. Ketiga orang itu duduk bersimpuh dihadapan Sunan Kalijaga. Secara ajaib kepala Ki Sambangdalan kembali seperti semula. Jung tiba-tiba penuh dengan air tanpa ada yang mengisi.
Ketiga orang itu akhirnya dididik dengan agama Islam dan ilmu yang tinggi oleh Sunan Kalijaga. Pada akhirnya mereka menjadi orang yang waskita. Bahkan Ki Sambangdalan dan Ki Pandanarang menjadi wali. Ki Pandanarang disebut Sunan Bayat karena menyiarkan Islam di daerah Bayat. Sedang Ki Sambangdalan disebut Syeh Domba, karena kepalanya pernah menjadi domba.
B. SUNAN GESENG
Kisah Sunan Geseng ini berdasarkan versi Babad Tanah Jawi Galuh Mataram. Tersebutlah seorang lelaki bernama Ki Cakrajaya. Dia hidup damai bersama anak dan istrinya disebuah desa. Mata pencahariannya adalah membuat gula nira. Biasanya sesudah menyadap nira dia melagukan tembang-tembang ciptaanya sendiri. Pada suatu hari datanglah Sunan Kalijaga. Beliau mengajarkan tembang yang berisikan dzikir kepada Ki Cakrajaya. Karena tembang tersebut sanat merdu, Ki Cakrajaya menyukainya. Tiap hari dia melagukan tembang ajaran Sunan Kalijaga itu. Tiba-tiba terjadi keanehan. Sewaktu dia membuat gula nira, tiba-tiba gula itu berubah menjadi emas. Tentu saja keluarga Ki Cakrajaya seketika berubah menjadi kaya raya.
Namun hati Ki Cakrajaya menjadi gelisah. Dia ingin bertemu dengan Sunan Kalijaga yang telah mengajarinya tembang berisikan Dzikir, dia ingin mengetahui makna dzikir tersebut.
Pergilah Cakrajaya mengembara. Mencari Sunan Kalijaga. Dan itu bukan pekerjaan yang mudah. Sebab Sunan kalijaga itu kalau berda’wah keliling daerah. Namun pada akhirnya Ki Cakrajaya dapat bertemu Sunan Kalijaa di sebuah hutan. ’’ Mengapa kau mencariku ? ’’ Tanya Sunan kalijaga. ’’ saya ingin berguru kepada Kanjeng Sunan. ’’ jawab Ki cakrajaya.
boleh saja, tapi syaratnya berat. Maukah kau menungguku sambil bersujud di atas batu itu.’’ Kata sunan kalijaga sembari menunjuk sebuahbatu hitam yang terletak di tengah rerumputan.Batu itu memang hanya cukup untuk bersujud atau bersila. ’’ Saya bersedia,’’ jawab Ki cakrajaya.
Hari itu Ki cakrajaya melaksanakan ujian yang diberikan sunan kalijaga. Sementara sunan kalijaga meneruskan perjalananya untuk berda’wah. Al- kisah Sunan kalijaga karena kesibukannya terlupa pada Ki cakrajaya hingga berbulan-bulan. Pada waktu beliau berada di pulau Upih baru teringat pada ki cakrajaya. Beliau kemudian mengajak beberapa orang muridnya untuk mencari ki cakrajaya. Setelah sampai didalam Bagelan. Sunan kalijaga agak bingung, karena tempat cakrajaya bersujud itu sekarang berubah menjadi hutan gelagah dan alang-alang. Murid-murid Sunan kalijaga di suruh memotong dan membabat hutan alang-alang dan gelagah itu, tapi cakrajaya tidak ketemu. ’’ jika dengan cara membabat hutan alang-alang tidak bisa kalian temukan ,bakarlah padang alang-alang ini supaya cakrajaya dapat ditemukan,’’ kata Sunan kalijaga. Murid- murid Sunan kalijaga kemudian membakar hutan ilalang itu. Tak berapa lama kemudian hutan padang ilalang itu berubah menjadi abu.
Cakrajaya tampak masih bersujud di atas batu hitam. Dia tidak ikut terbakar, hanya pakaiannya yang tampak hangus. ’’ cakrajaya banungunlah’’ kata sunan kalijaga.
Cakrajaya bangun, menghormat kepada sunan kalijaga.sunan kalijaga terharu melihat kesetiaan muridnya itu. Cakrajaya diajari segala macam pengetahuan agama, dididik dengan akhlak yang tinggi. Setelah selesai dia di suruh pulang kerumahnya untuk menyiarkan agama Islam dan di beri gelar Sunan Geseng.
C. KI AGENG SELA
Menurut Babad Tanah Jawa, Ki Ageng Sela itu adalah salah seorang Murid Sunan Kalijaga. Ki Ageng Sela adalah moyang raja-raja Mataram. Konon beliau mempunyai kesaktian yang sangat tinggi sehingga dapat menangkap petir.
D. EMPU SUPA
Empu Supa adalah seorang Putra Tumenggung majapahit bernama Empu Supradiya. Empu Supa ini adalah seorang murid Sunan Kalijaga yang pernah membuatkan keris Kyai Sengkelat. Menurut Sunan Kalijaga siap saja yang membawa Kyai Sengkelat selama satu tahun maka dia akan menjadi Raja Tanah Jawa. Empu Supa masuk Islam dan dikawinkan dengan adik Sunan Kalijaga yang bernama Dewi Rasa Wulan. Keris Kyai Sengkelat sebenarnya diberikan Sunan Kalijaga kepada Empu Supa, tapi Epu Supa tidak kuat menyimpannya sehingga keris itu hilang, dicuri oleh orang sakti dari kerajaan Blambangan. Untuk mendapatkan kembali keris pusaka itu Empu Supa harus mengembara ke Blambangan dengan menyamar sebagai Kyai Pitrang. Akhirnya Empu Supa dapat membawa kembali keris Kyai Sengkelat yang asli. Sedang keris Kyai Sengkelat yang palsu di bawa oleh Raja Blambangan. arena tak sanggup menyimpan keris Kyai Sengkelat yang asli maka Empu Supa menyerahkan keris itu kembali kepada Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga memberikan keris itu kepada Raden Patah. Dan dalam waktu setahun akhirnya Raden Patah benar-benar menjadi Raja yang menguasai Tanah Jawa. Murid-murid Sunan Kalijaga yang menjadi orang besar sebenarnya cukup banyak, namun tidak bisa disebutkan satu persatu di dalam tulisan ini.
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin
Sebagaimana diketahui bersama, akibat perang bersaudara yang berlarut-larut mak majapahit mengalami kemunduran. Mental para pejabat banyak yang keropos mereka menarik pajak upeti dalam jumlah tinggi kepada rakyat tapi disetorkan ke atasan dalam jumlah yan tidak seberapa.
Bahkan sering kali pajhak upeti tersebut masuk kantong para pemungut pajak sendiri. Musim kemarau panjang dan bahaya kelaparan makin membuat rakyat tersiksa. Hal ini disaksikan sendiri oleh raden Said yang masih berjiwa suci bersih. Hatinya berontak tak dapat menerima semua itu.
Pada malam hari sering dia mengambil padi dan jagung dan bahan makanan lainnya di gudang kadipaten untuk diberikan kepada rakyat jelata yang membutuhkannya. Dalam melakukan aksinya ini dia selalu mengenakan topeng sehingga tak ada yang tahu bahwa penolong fakir miskin itu adalah Raden Said, putra adipati Tuban.
Adipati tuban yaitu raden sahur sangat marah mendengar laporan itu. Raden said dihukum berat kedua tangannya di cambuk dengan rotan seratus kali sehingga kedua tangannya itu melepuh dan mengeluarkan darah serta lecet-lecet. Jerahkah dia ? ternyata tidak sesudah habis masa hukumannya dia beraksi lagi. Kali ini tidak mengambil bahan-bahan makanan milik ayahnya melainkan merampok harta benda milik para hartawan kaya raya dan para tuan tanah.
Dan hasil rampokan itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin serta orang-orang yang lebih membutuhkannya. Hal ini pun tidak berlangsung lama. Ada seorang perampok lain mengetahui aksi raden said itu, lalu orang itu menyamar eperti raden said. Pakaian dan topengnya yang dikenakan raden said saat melakukan operasi menggaron rumah orang.
Tentu saja orang yang menyamar seperti raden said itu tidak membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin, harta itu hanya dinikmatinya sendiri. Bahkan sewaktu melakukan penggarongan sering kali dia melakukan pemerkosaan pada wanita-wanita cantik yang dijumpainya.
Pada suatu hari raden said mendengar jeritan para penduduk yang rumahnya dijarah sekawanan perampok. Mendengar itu raden said segera mengenakan topengnya dan bergerak menolong penduduk yang kampungnya diserang sekawanan perampok.
Ketika dia masuk ke salah sebuah rumah penduduk untuk menolong seorang wanita justru wanita itu mencekal tangannya dan berteriak histeris. Sementara itu sekawanan perampok yang beraksi sudah meninggalkan perkampungan. Raden said terjebak ternyata para perampok dipimpin oleh oran yang menyamar sebagai dirinya.
Jeritan wanita tadi mengundang para pemuda kampong raden said di tangkap dan di bawa ke balai desa kepala desa yang penasaran mencoba melihat wajah raden said dengan menguakan sedikit topengnya. Betapa kaget kepala desa itu setelah mengetahui bahwa perampok itu tidak lain adalah putra adipatinya sendiri. Raden said dituduh memperkosa dan membunuh orang.
Berita itu sampai ke telinga orang tua raden said. Tak terkirakan betapa marah ayahbraden said mendengar kejahatan anaknya itu. Ibu raden said yang biasanya selalu membelanya sekarang pun tak dapat membendung kemarannya lagi. Ketika beliau melihat kehadiran raden raden said di pintu gerbang kadipaten maka wanita tua berdiri tegak sembari menuding ke arah raden said.
Pergi dari kadipaten tubab ini !” teriak ibu raden said” jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding rumah ini dengan ayat-ayat Qur’an yang sering kau lantunkan dimalam hari. Hati siapa yang takkan hancur mengalami peristiwa itu raden said bermaksud menolong para penduduk yang menderita tapi akibatnya malah dia dituduh sebagai pembunuh dan pemerkosa. Dengan wajah tertunduk raden said meninggalkan pintu gerbang kadipaten tuban bahkan meninggalkan wilayah kadipaten tuban mengembara tanpa tujuan yang pasti.
Ayah dan ibu raden said juga terpukul batinnya sebenarnya mereka merasa bangga mempunyai anak yang tekun beribadah dan berbakti kepada orang tua. Bila raden said berada diistana kadipaten sering kedua orang tuanya mendengar putranya melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu menyentuh kalbu. Sekarang istana itu sepi dari bacaa Al-Qur’an. Nama raden said pun telah tercoreng, betapa malu dan kecewa hati keduannya.
A. TAKLUKNYA SEORANG JAGOAN
Sudah bertahun tahun raden said meninggalkan kadipaten tuban dalam pengembaranya dia sampai di sebuah hutan bernama jatiwangi di sana dia terkenal sebagai seorang pemuda sakit yang sering merampok para hartawan dan pedagang kaya raya. Seperti dulu hartya itu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Orang menyebutnya sebaai Berandal Lokajaya. Pada suatu hari ada seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Dari kejauhan Raden Said sudah mengincar orang tua itu. Orang itu membawa tongkat yang gagangnya tampak terbuat dari emas berkilauan. Setelah dekat, Raden Said menghadang langkah orang itu. “Orang tua, tampaknya kau tidak buta. Kapun masih kuat berjalan dengan baik, kenapa kau membawa-bawa tongkat segala?’ Tanya raden Said. ‘Anak muda, “kata orang tua itu. ‘dengan tongkat ini, akku tidak akan tersesat bila berjalan di dalam gelap.” “Tetapi sekarang ini hari masih siang, tanpa tongkat pun ka pasti dapat berjalan dengan baik. “bantah Raden Said.
Orang tua itu memandang raden Said penuh perhatian. Wajahnya menunjukkan sifatnya yang welas asih namun pribadinya agung dan berwibawa. “Anak muda, tongkat itu adalah pegangan, “kata lelaki berjubah putih. “Orang hidup atau berjalan haruslah pegangan atau pedoman supaya tidak tersesat jalannya.” “Saya ingin melihat tongkatmu, “kata Raden Said.
“Dari melihat akan timbul rasa ingin memiliki, tak baik memiliki kepunyaan orang lain, “kata lelaki berjubah putih. Tiba-tiba, tanpa berkata lagi Raden Said merebut tongkat orang itu, karena tongkatnya dicabut dengan paksa maka orang itu jatuh tersungkur ke tanah.
Raden Said mengamat-amati tongkat itu, sungguh aneh, tongkat yang tadinya bergagang emas berkilauan itu sekarang berubah jadi kayu biasa. Sementara itu, dengan susah payah lelaki berjubah putih bangkit berdiri sembari mengeluarkan air mata. Orang tua itu menangis. Raden Said merasa heran. “Jangan menangis orang tua, “ kata Raden Said sembari mengulurkan tongkat yang dipegangnya. “Ini tongkatmu kukembalikan.”
“Saya tidak menangis karena tongkat itu kau rebut, “kata lelaki berjubah putih. “Tapi saya merasa menyesal dan berdosa, karena saya jatuh tersungkur dan tanpa sengaja mencabut rumput yang tidak bersalah ini.”
“Hanya sebatang rumput ? kau merasa berdosa ?” Tanya Raden Said.
“ rumput itu sama-sama makhlluk Allah. Aku mencabutnya tanpa suatu keperluan. Kalau aku mencabutnya untuk makanan ternak itu tidak mengapa, tapi bila untuk kesia-siaan itu sungguh berdosa.” Raden Said tercekat mendengar ucapan yang filosofis itu.
“Mengapa kau tega berbuat kasar pada orang tua?” “Saya menginginkan harta, “Jawab Raden Said. “Untuk apa?” Tanya lelaki berjubah putih. “Saya berikan fakir miskin mereka lebih menderita daripada kita, “jawab Raden Said. “Sunguh mulia niatmu, tapi saying cara kau tempuh itu salah, “ujar lelaki berjubah putih. “Apa maksudmu?”
“Allah itu baik, suka pada barang baik dan hanya menerima amal dari barang yang baik dan halal, “jawab lelaki berjubah putih. Raden Said makin tercengang mendengar ucapan itu.
“Jelasnya, “sambung lelaki berjubah putih itu. “ Allah tidak menerima sedekah dari barang yang didapat secara haram. Jadi sia-sia saja sedekah yang kau berikan dari hasil merampok selama ini. Kalau kau menginginkan harta, ambillah itu ! itu harta halal “?
Berkata demikian lelaki berjubah putih itu menunjuk sebuah pohon aren. Seketika pohon itu berubah menjadi emas, batangya, daunnya, buahnya, semua berubah menjadi emas berkilauan.
Raden Said mengerahkan ilmunya. Dia mengira orang tua itu sedang mengerhakan ilmu sihir, kalau orang tua itu mengeluarkan ilmu sihir maka dengan mudah dia dapat menangkalnya. Tapi dia kecele. Orang tua itu ternyata tidak mengeluarkan ilmu sihir. Serta merta Raden Said menjblak ditempatnya berdiri. Pohon itu benar-benar telah berubah menjadi emas.
Raden Sait terpaku di tempatnya berdiri. Kemudian Dia mencoba memanjat pohon itu, ingin mengambil beberapa buahnya yang berkilauan. Belum lagi sampai di atas tiba-tiba buah yang berujud emas itu rontok, berjatuhan mengenai kepalanya.
Raden Said jatuh ke tanah tak sadarkan diri. Ketika dia sadar, pohon aren itu kembali seperti semula. Buahnya yang tadi rontok berwarna emas kini beruba jadi hijau sebagaimana buah aren biasa.
Raden Said celingukan, mencari-cari orang tua berjubah putih yang tadi merubah pohon aren jadi emas. Tapi orang tua itu sudah tak tampak lagi.
Sadarlah Raden Said bahwa orang tua itu adalah seorang sakti berilmu tinggi, mungkin golongan para ulama’ besar atau para wali segera saja Raden Said mengejar orang tua itu, mengikuti jejaknya. Dia ingin menjadi muridnya. Setelah mengerahkan seluruh tenaganya barulah dia dapat melihat bayangan orang tua itu dari kejahuan. Orang tua itu tampak pelan saja saat melangkah, tapi Raden Said masih belum dapat menyusulnya.
Setelah nafasnya hampir habis barulah Raden Said dapat menyusul orang tua itu di tepi sungai.
’’ Ada apa kau menyusulku, anak muda?’’ Tanya orang tua itu.
’’ Sudilah kiranya menerima saya sebagai murid,’’ ujar Raden Said.
Orang tua itu yang tak lain adalah Sunan Bonang bersedia menerima Raden Said sebagai muridnya. Tapi Raden Said harus melalui ujian kesetiaan.
Sunan Bonang kemudian meneruskan perjalanannya ke Masjid Demak. Lagi-lagi hati Raden Said tercekat karena dia melihat Sunan Bonang berjalan di atas air bagaikan berjalan didaratan saja. Makin mantaplah tekad Raden Said untuk berguru kepada Sunan Bonang.
Al-kisah, Sunan Bonang terlupa pada Raden Said yang di suruh menungguhi tongkatnya di tepi sungai. Hal ini sudah berlangsung berbulan-bulan lamanya. Bahkan ada yang menyebutkan bertahun-tahun. Sesudah teringat maka pergilah Sunan Bonang menemui Raden Said. Dia ingin melihat apakah Raden Said cukup setia menugguhi tongkatnya.
Sunan Bonang kaget setelah melihat Raden Said ternyata tetap setia menungguhi tongkatnya di tepi sungai sambil bersemedi. Menurut sumber lain dikatakan bahwa Raden Said berdo’a kepada tuhan supaya ditidurkan seperti halnya Tuhan menidurkan tujuh pemuda di Goa kahfi selama bertahun-tahun. Doa Raden Said dikabulkan, dia dapat tidur selama bertahun-tahun sehingga seluruh tubuhnya dirambati akar dan daun-daun pepohonan.
Sunan Bonang baru dapat membangunkan Raden Said setelah mengeluarkan suara adzan. Cara lainnya tidak dapat membangunkan pemuda Raden Said kemudian di bawa ke tempat Sunan Bonang. Diberi pelajaran agama tingkat tinggi sehingga berkat ketekunan Raden Said dia dapat mewarisi seluruh Sunan Bonang.
Karena Raden Said pernah bersemedi atau bertapa atau tertidur di tepi sungai bertahun-tahun maka setelah menjadi wali, dia disebut sebagai SUNAN KALIJAGA.
Kalijaga artinya yang menjaga sungai.Ada yang mengartikan kalijaga sebagai orang yang menjaga aliran kepercayaan masyarakat pada masa itu. Karena Sunan Kalijaga sangat halus dalam berda’wah.
Beliau tidak langsung menunjukkan sikap anti pati terhadap kepercayaan masyarakat pada Zaman itu, semua aliran didekati, dipergauli yang kemudian pada akhirnya diarahkan kepada agama Islam.
2. JASA-JASA SUNAN KALIJAGA
A. Sebagai Da’i (Mubaligh)
Beliau di kenal sebagai seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat. Dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Jika para Wali lain kebanyakan hanya berda’wah daerahnya saja yaitu mendirikan Padepokan atau Pesantren maka Sunan Kalijaga ini dikenal sebagai Mubaligh keliling yang kondang.
Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat bergaul dan mengumpulan rakyat untuk kemudian diajak mengenal agama Islam. Beliau ahli menabuh gamelan, pandai mendalang, pandai menciptakan tembang yang kesemuanya itu dipergunakan untuk kepentingan da’wah.
Terhadap adat itiadat rakyat beliau tidak langsung menentang secara tajam yang akhirnya hanya membuat mereka lari dan enggan mengenal Islam.
Beliau dekati rakyat yang masih awam, yang masih berpegang pada adat lama dan diberinya adat lama itu warna Islami. Dengan caranya yang luwes tersesbut maka banyaklah orang Jawa yang bersedia masuk agama Islam.
B. Sebagai Ahli Seni
Diantara keahlian Sunan Kalijaga ialah beliau itu kreatif dalam segala cabang seni, diantaranya :
Beliaulah yang pertama kali menciptakan baju taqwa. Baju Taqwa iniakhirnya disempurnakan oleh Sultan Agung dengan destar nyamping dan keris serta rangkaian lainnya.
Beliau ahli seni suara yaitu pencipta Tembang Dandang Gula dan Dandang Gula Semarangan.
Ahli seni lukis, yaitu menciptakan bentuk seni ukir bermotif dedaunan, bentuk gayor atau alat menggantungkan gamelan dan bentuk ornamentik lainnya yang sekarang dianggap sebagai seni ukir Nasional. Semua itu tak lain adalah ciptaan Sunan Kalijaga dan wali lainnya. Sebelum jaman para wali, kebanyakan seni ukir bermotifkan manusia dan binatang.
Sunan Kalijagalah yang memerintahkan Ki Pandanarang atau Sunan Tembayat untuk membuat Bedhu, yaitu semacam drum besar untuk memanggil orang supaya berkumpul di masjid. Sesuai dengan bunyinya maka falsafah bedhug itu artinya adalah sebagai berikut : deng-deng=deng isih sedeng-isih sedeng. Atau masih muat, yaitu di dalam masjid masih muat atau cukup utnuk shalat berjamaah. Kalau kentongan langgar berbunyi thong-thong-thong, artinya masih kotong atau masih kosong.
Gerebek Maulud itu adalah suatu acara yang diprakarsai sunan kalijaga. Aslinya acara ini adalah tabligh atau pengajian akbar yang diselenggarakan para wali di depan masjid demak untuk memperingati Maulid Nabi. Dalam kesempatan itu juga diadakan musyawarah tahunan para wali. Di halaman masjid demak ditempatkan gamelan dan komplek masjid dihias dengan hiasan yang menarik dan meriah. Suasana jadi meriah seperti pasar malam, orang yang ingin melihat perayaan harus melalui pintu yang disebut gapura sembari mengucapkan syahadat. Sesudah pengunjung melimpah maka gamelan ditabuh disertai tembang-tembang keagamaan kemudian diselingi ceramah atau da’wah para wali. Perayaan itu berlangsung seminggu penuh. Pada jaman itu belum disebut gerebek, kata geberek baru ada dijaman keraton surakarta dan yogyakarta. Gerebek artinya mengikuti yaitu mengikuti sultan dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan peringatan Maulud Nabi saw. Adapun arti sekaten adalah dari bahasa arab syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Yang dimaksud dengan sekaten adalah dua buah gamelan yang diciptakan sunan kalijaga dai ditabuh pada hari-hari tertentu. Nama gamelan itu semula adalah kyai nagawita dan kyai guntur Madu. Sekarang disebut kyai sekati dan Nyai sekati. Gamelan itu misalnya dibunyikan pada hari jum’at atau hari-hari besar islam lainnya. Karena rakyat senang mendengar bunyinya maka mereka berkumpul untuk mendengarkannya di depan masjid demak bila mereka sudah berkumpul para wali memberi ceramah agama islam.
Gong sekaten adalah ciptaan sunan kalijaga yang mempunyai falsafah mengajak orang masuk islam Yaitu : keneng bunyinya nong-nong-nong. Kempul suaranya pung-pung-pung. Kendang bunyinya tak-ndang-tak-ndang. Genjur bunyinya nggurrrr. Semua gamelan itu bila dibunyikan bersama akan membentuk suara kesatuan yang unik yaitu : Nong-ning nong kana nong kene pumpung mumpung-mumpung pul-pul-pul ndang-ndang-ndang,endang-endang tak ndang-ndang tandang nggur, jegurrr. Artinya ialah : di sana di situ di sini, mumpung masih ada waktu atau masih hidup, berkumpulah dan cepat-cepat masuk agama islam.
Pencipta wayang kulit, karena pada jaman sebelum wali, hanya ada wayang beber yaitu gambarnya setiap adegan dibeber pada sebuah kulit. Gambarnya adalah berupa manusia. Kemudian oleh sunan kalijaga dirubah menjadi bentuk wayang kulit seperti sekarang ini.
Di antara tembang ciptaan sunan kalijaga yang masih akrab dikalangan rakyat jawa hingga jaman sekarang adalah tembang lirilir. Teks tembang tersebut adalah sebagai berikut ilir-ilir lilir ilir tandure wis sumilir tak ijo royo-royo dak sengguh penganten anyar cah angon-a acah angon peneko blimbing kuwi lunyu-lunyu penek no kanggo masuh dodotiro dodotiro, dodotiro kumitir bedhah ing pinggir domono jlumotono kanggo seba mangko soe mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane yo surako surak horee.
3. MURID-MURID SUNAN KALIJAGA
A. SUNAN BAYAT
Ki pandarangan selaku adipati semarang adalah orang yang terkenal akan kekayaannya. Walau masih sibuk dalam urusan pemerintahan dia masih sempat berdagang bermacam-macam dagangan dari emas permata hingga temak sapi kerbau dan kambing. Kekayaannya tidak terbilang istrinya banyak anaknya banyak dan relasinya juga banyak. Namun ada satu sifatnya yang kurang terpuji yaitu kikir alias bakhil.
Pada suatu hari ada seorang penjual rumput datang ke rumahnya. Umumnya rumput pada waktu berharga dua puluh ribu lima keteng tapi ki pandaranang menawarnya dengan harga lima belas keteng dan tanpa belit-belit rumput itu diberikan oleh penjualnya.
Esoknya penjual rumput itu datang lagi kali ini lebih pagi dan rumputnya tampak segar-segar. Ki pandaranang heran karenanya “pak tua sepagi ini dari mana kau peroleh rumput segar ini Tanya ki pandaranang. “dari jabalkat tuan “jawab penjual rumput.Lagi-lagi ki pandarananganheran karena jabalkat itu adalah tempat yang jauh. Setelah harga rumput dibayar seperti kemarin penjual umput itu tidak segera beranjak pergi. “Apalagi yang kau tunggu ?” Tanya ki pandaranang “Hamba minta sedekah tuan, “
Ki pandaranang merogoh sakunya tanpa menoleh dia lemparkan seketeng uang ke tanah dihadapan si penjual rumput. “Hamba tidak minta sedekah uang hamba minta bedhug berbunyi di semarang. Ki pandarangan melengak mendengar permintaan aneh dari penjual rumput itu. Minta bedhug artinya harus mendirikan masjid, harus meramalkan agama islam di semarang. Jangankan menyiarkan agama islam menjalankan sholat lima waktu yang aneh-aneh pak tua “kata ki pandarangan “Sudah ambilah uang itu dan cepat pergi dari sini.
“Hamba tidak butuh uang, kalau hamba membutuhkan uang atau harta sekali cangkul hamba sudah dapat mengertuk emas. “ujar penjual rumput itu. “Huh ! sombong betul kau ini pak tua ! coba kalau kau bisa meneduk emas dengan sekali cangkul untuk apa kau bersusah payah menhjual rumput dari jabaikat ke sini ? coba buktikan omong besarmu itu kalau kau memang bisa melakukannya aku akan berguru kepadamu. Tapi bila kau hanya sengaja mempermainkan adipati semarang “jangan salahkan bila akua menjatuhkan hukuman beat kepadamu !”
Ki pandaranang lalu memerintahkan pelanyannya menambil cangkul diberikan kepada lelaki penjual rumput sembari berkata “ Hayo buktikan ucapanmu yang sombong itu”.
Si penjual rumput meneima cangkul itu dengan sikap tenang. Hanya sekali cangkul dan ketika tanah itu di tarik tiba tiba menjadi emas berkilauan. Sepasanf mata ki pandanarang yang doyan harta itu terbelalak tak henti hentinya dia menatap bonkahan tanah yang kini berubah menjadi emas. Lama dia tertegun di tempatnya sehingga tak sadar bahwa lelaki penjual rumput itu sudah meninggalkan halaman rumahnya.
Ki pandanarang sadar bila berhadapan dengan seorang berilmu tinggi maka segera dikejarnya orang itu. Setelah menguras seluruh tenaganya barulah dapat menyusul pak tua penjual rumput “ Mau apa kau menyusulku ? Masih kurangkah bongkahan emas itu bagimu ?” Tanya lelaki penjual rumput.
“Bukan, bukan untuk itu saya datang kemari, “kata ki pandanarang “saya ingin berguru kepada tuan.” “Berguru ? Mau berguru apa ?”
“Saya ingin memperdalam agama islam sehingga nanti dapat membingbing rakyat kadipaten semarang untuk memeluk agama islam dengan teguh, “kata ki pandanarang. “jadi kau mau memenuhi permintaanku membunyikan bedhug di semarang ?” “Benar tuan “jawab ki pandanarang. “tapi berguru itu berat syaratnya, mau kau memenuhi syarat-syaratnya ?”
“saya bersedia “sahut ki pandanarangan “pertama kau harus menjalankan ibadah selama hidupmu jangan sampai kau teledor mengerjakan shalat lima waktu beramal dan bersedekah dirikan masjid dan jama’ah islam di semarang. Kedua berikan hartamu kepada yang berhak karena hata hanya akan menjadi penghalang bagi cita cita luhurmu. Janan sekali kali kamu terpikat pada harta kecuali membutuhkan sekedarnya saja sekedar berbagai bekal untuk beribadah. Ketiga orang berguru itu harus meninggalkan rumahnya. Susullah aku ke gunung jabalkat “Wahai tuan yang arif dan waskita, “ujar ki pandaranang “ di manakah gunung jabalkat itu ? dan siapakah sesungguhnya tuan ini ?” “Gunung jabalkat itu terletak di daerah tembayat. Dan aku adalah sunan kalijaga.”
Mendengar nama besar itu serta merta ki pandanarang menjatuhkan diri berlutut, namun ketika dia mendongakkan kepala sunan kalijaga sudah lenyap dari pandangan matanya.
Ki pandanarang segera pulang ke rumahnya. Sejak itu dia berubah kalau dahulu dia pelit sekarang sangat dermawan.
Pembangunan masjid di semarang dia sendirilah yang menanggung biaya. Bedhug yang diminta sunan kalijaga dinuatkan dengan memilih kayu terbaik dan kulit sapi yang bagus.
Zakat dibayar sebagaimana mestinya, fakir miskin dan orang orang yang menderita ditolongnya tanpa pamrih. Ikhlas karena Allah. Setelah tiba saatnya maka dia bermaksud menyusul sunan kalijaga ke gunung jabalkat.
Di antara sekian banyak istinya hanya seorang yang memaksanya hendak ikut mendampingi ke gunung jabalkat. “Baiklah, kata ki pandanaranang. Kau boleh saja ikut tapi ingat jangan membawa harta . itu larangan guruku. Harta itu hanya menjadi penghalang saja.
Ki pandanarang kemudian berganti pakaian serta putih. Istrinya juga berbuat serupa. Setelah itu keduanya berangkat dengan berjalan kaki. Ki pandanarang berangkat sembari membawa tongkat terbuat dari bamboo yang didalamnya diisi dengan emas dan permata. Barangkali pada suatu ketika ada gunanya, demikian piki istri ki pandanarang. Ki pandanarang yang berjalan didepan dicegat tiga orang perampok namun karena dia tidak membawa harta maka perampok itu segera melepaskannya. Ki pandanarang meneruskan langkahnya dengan tenang. Ketika istrinya lewat di hadapan perampok maka dia digeledah. Tongkatnya dirampas isinya dikeluarkan dan diambil. Tentu saja para perampok itu berorak sorai mendapatkan emas permata dalam jumlahnya yang tidak sedikit. Istri ki pandanarang itu konon bernama Ambarwati.
Dia menangis tersedu-sedu sembari berteriak-teriak memanggil suaminya. “Kakangmas……! Apakah kau sudah lupa pada istimu ? ini ada orang tiga berbuat salah !” tempat kejadian itu hingga sekarang dinamakan salatiga.
Akhirnya Ambarwati dapat menyusul suaminya. Ki pandanarang tidak terkejut mendengar penuturan istrinya, karena dia sudah tahu sewaktu beangkat istrinya itu membawa emas permata. Bukankah sudah kukatakan bahwa harta hanya akan menjadi penghalang tujuan luhur kita ?” ujar ki pandanarang. “sekarang berjalanlah di muka.
Ambarwati kemudian berjalan dimuka. Tidak berapa lama kemudian ki pandanarang dicegat perampok bernama Ki Sambangdalan. “Serahkan hartamu atau kau akan kuhajar hingga babak belur !” ancam Ki Sambangdalan. “Aku tidak membawa harta, jawab Ki Pandanarang. Ki Sambangdalan tidak percaya. Dia merebut tongkat Ki Pandanarang. Tentu saja tongkat itu tidak berisi emas karena hanya tongkat biasa. “Di mana kau sembunyikan hartamu ?”hardik Ki Sambangdalan.
‘Aku tidak membawa harta, kata Ki Pandanaran sambil terus melangkah.Anehnya Ki Sambangdalan hanya berani menggertak saja. Dia tidak berani memukul atau menghajar Ki Pandanarang. Ki Sambangdalan terus mengikuti kemanapun Ki Pandanarangsmbil terus mengeluarkan ancaman. Lama-lama Ki Pandanarang bosan diikuti dari belakang sembari digertak-gertak begitu. “ Kau ini bengal, keras kepala seperti domba !”Kata Ki Pandanarang.
Seketika kepala Ki Sambangdalan berubah menjadi kepala domba atau kambing. Tapi lelaki itu tidak menyadarinya. Dan terus mengikuti Ki Pandanarang. Suatu ketika keduanya sampai di tepi sungai. Ki Sambangdalan merasa takut masuk kedalam air. Dan ketika melihat bayangannya di dalam air yang jernih dia terkejut sembari menjerit keras.
“Aduh biyung ! Tobat ! Minta ampun ! kenapa kepalaku berubah menjadi domba ?” demikian teriaknya berkali-kali. “Itu karena kesalahanmu sendiri, “ ujar Ki Pandanarang.
“Kembalikan saya ke ujud semula, “pinta Ki Sambangdalan.
Ki Pandanarang tidak menjawab. Ki Sambangdalan menjadi takut dan akhirnya mengikkuti kemanapun Ki Pandanarang pergi. Akhirnya tibalah mereka di Gunung Jabalkat.
Untuk menebus dosanya Ki Sambangdalan harus mengisi Jung (Padasan ) dengan air di bawah bukit. Jung itu tidak tertutup, sehingga bila Ki Sambangdalan sampai di atas bukit Jung itu sudah habis isinya. Tapi demi menebus kesalahannya maka pekerjaan itu dia lakukan tanpa mengenal putus asa. Pada suatu hari Sunan Kajijaga datang ke tempat itu. Ketiga orang itu duduk bersimpuh dihadapan Sunan Kalijaga. Secara ajaib kepala Ki Sambangdalan kembali seperti semula. Jung tiba-tiba penuh dengan air tanpa ada yang mengisi.
Ketiga orang itu akhirnya dididik dengan agama Islam dan ilmu yang tinggi oleh Sunan Kalijaga. Pada akhirnya mereka menjadi orang yang waskita. Bahkan Ki Sambangdalan dan Ki Pandanarang menjadi wali. Ki Pandanarang disebut Sunan Bayat karena menyiarkan Islam di daerah Bayat. Sedang Ki Sambangdalan disebut Syeh Domba, karena kepalanya pernah menjadi domba.
B. SUNAN GESENG
Kisah Sunan Geseng ini berdasarkan versi Babad Tanah Jawi Galuh Mataram. Tersebutlah seorang lelaki bernama Ki Cakrajaya. Dia hidup damai bersama anak dan istrinya disebuah desa. Mata pencahariannya adalah membuat gula nira. Biasanya sesudah menyadap nira dia melagukan tembang-tembang ciptaanya sendiri. Pada suatu hari datanglah Sunan Kalijaga. Beliau mengajarkan tembang yang berisikan dzikir kepada Ki Cakrajaya. Karena tembang tersebut sanat merdu, Ki Cakrajaya menyukainya. Tiap hari dia melagukan tembang ajaran Sunan Kalijaga itu. Tiba-tiba terjadi keanehan. Sewaktu dia membuat gula nira, tiba-tiba gula itu berubah menjadi emas. Tentu saja keluarga Ki Cakrajaya seketika berubah menjadi kaya raya.
Namun hati Ki Cakrajaya menjadi gelisah. Dia ingin bertemu dengan Sunan Kalijaga yang telah mengajarinya tembang berisikan Dzikir, dia ingin mengetahui makna dzikir tersebut.
Pergilah Cakrajaya mengembara. Mencari Sunan Kalijaga. Dan itu bukan pekerjaan yang mudah. Sebab Sunan kalijaga itu kalau berda’wah keliling daerah. Namun pada akhirnya Ki Cakrajaya dapat bertemu Sunan Kalijaa di sebuah hutan. ’’ Mengapa kau mencariku ? ’’ Tanya Sunan kalijaga. ’’ saya ingin berguru kepada Kanjeng Sunan. ’’ jawab Ki cakrajaya.
boleh saja, tapi syaratnya berat. Maukah kau menungguku sambil bersujud di atas batu itu.’’ Kata sunan kalijaga sembari menunjuk sebuahbatu hitam yang terletak di tengah rerumputan.Batu itu memang hanya cukup untuk bersujud atau bersila. ’’ Saya bersedia,’’ jawab Ki cakrajaya.
Hari itu Ki cakrajaya melaksanakan ujian yang diberikan sunan kalijaga. Sementara sunan kalijaga meneruskan perjalananya untuk berda’wah. Al- kisah Sunan kalijaga karena kesibukannya terlupa pada Ki cakrajaya hingga berbulan-bulan. Pada waktu beliau berada di pulau Upih baru teringat pada ki cakrajaya. Beliau kemudian mengajak beberapa orang muridnya untuk mencari ki cakrajaya. Setelah sampai didalam Bagelan. Sunan kalijaga agak bingung, karena tempat cakrajaya bersujud itu sekarang berubah menjadi hutan gelagah dan alang-alang. Murid-murid Sunan kalijaga di suruh memotong dan membabat hutan alang-alang dan gelagah itu, tapi cakrajaya tidak ketemu. ’’ jika dengan cara membabat hutan alang-alang tidak bisa kalian temukan ,bakarlah padang alang-alang ini supaya cakrajaya dapat ditemukan,’’ kata Sunan kalijaga. Murid- murid Sunan kalijaga kemudian membakar hutan ilalang itu. Tak berapa lama kemudian hutan padang ilalang itu berubah menjadi abu.
Cakrajaya tampak masih bersujud di atas batu hitam. Dia tidak ikut terbakar, hanya pakaiannya yang tampak hangus. ’’ cakrajaya banungunlah’’ kata sunan kalijaga.
Cakrajaya bangun, menghormat kepada sunan kalijaga.sunan kalijaga terharu melihat kesetiaan muridnya itu. Cakrajaya diajari segala macam pengetahuan agama, dididik dengan akhlak yang tinggi. Setelah selesai dia di suruh pulang kerumahnya untuk menyiarkan agama Islam dan di beri gelar Sunan Geseng.
C. KI AGENG SELA
Menurut Babad Tanah Jawa, Ki Ageng Sela itu adalah salah seorang Murid Sunan Kalijaga. Ki Ageng Sela adalah moyang raja-raja Mataram. Konon beliau mempunyai kesaktian yang sangat tinggi sehingga dapat menangkap petir.
D. EMPU SUPA
Empu Supa adalah seorang Putra Tumenggung majapahit bernama Empu Supradiya. Empu Supa ini adalah seorang murid Sunan Kalijaga yang pernah membuatkan keris Kyai Sengkelat. Menurut Sunan Kalijaga siap saja yang membawa Kyai Sengkelat selama satu tahun maka dia akan menjadi Raja Tanah Jawa. Empu Supa masuk Islam dan dikawinkan dengan adik Sunan Kalijaga yang bernama Dewi Rasa Wulan. Keris Kyai Sengkelat sebenarnya diberikan Sunan Kalijaga kepada Empu Supa, tapi Epu Supa tidak kuat menyimpannya sehingga keris itu hilang, dicuri oleh orang sakti dari kerajaan Blambangan. Untuk mendapatkan kembali keris pusaka itu Empu Supa harus mengembara ke Blambangan dengan menyamar sebagai Kyai Pitrang. Akhirnya Empu Supa dapat membawa kembali keris Kyai Sengkelat yang asli. Sedang keris Kyai Sengkelat yang palsu di bawa oleh Raja Blambangan. arena tak sanggup menyimpan keris Kyai Sengkelat yang asli maka Empu Supa menyerahkan keris itu kembali kepada Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga memberikan keris itu kepada Raden Patah. Dan dalam waktu setahun akhirnya Raden Patah benar-benar menjadi Raja yang menguasai Tanah Jawa. Murid-murid Sunan Kalijaga yang menjadi orang besar sebenarnya cukup banyak, namun tidak bisa disebutkan satu persatu di dalam tulisan ini.
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin