Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Misteri Kawah Gunung Kelud dan Keris Mpu Gandring

Gunung Kelud meletus hebat sejak Kamis Malam (13/2) sekitar pukul 22.50 WIB. Abu vulkaniknya pun menyebar hingga ratusan kilometer jauhnya dan sampai ke Bandung serta beberapa kota di Jawa Barat juga mencapai Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dibalik peristiwa letusannya itu, Gunung Kelud ternyata memiliki sejarah legenda yang panjang di negeri ini, terutama pada saat Kerajaan Majapahit masih berjaya. Pada jaman Majapahit , Gunung Kelud pernah meletus dan letusannya itu sempat menjadi perhatian dari Hayam Wuruk, seorang Raja yang berkuasa di Kerajaan Majapahit pada masa itu.
Gunung Kelud pada tahun 1931
 Gunung Kelud memang memiliki perjalanan legenda yang panjang di negeri ini, terutama pada saat Kerajaan Majapahit masih berjaya. Pada jaman itu Gunung Kelud pernah meletus dan letusannya itu sempat menjadi perhatian dari Hayam Wuruk, raja yang berkuasa di Kerajaan Majapahit. Bahkan, konon kabarnya, kawah Kelud juga dijadikan tempat untuk memusnahkan aura jahat keris Mpu Gandring oleh Raja Singosari waktu itu, Wisnuwardana.
Keris Mpu Gandring dikabarkan terbuat dari bongkahan logam yang jatuh dari langit atau semacam meteorit. Bongkahan logam itu diduga memiliki aura yang sangat jahat dan haus darah. Hal itu terbukti, ketika nyawa sang pembuatnya, Akuwu Tunggul Ametung tewas oleh keris yang dibuatnya sendiri melalui tangan Ken Arok. Berikutnya korban pun mulai berjatuhan mulai dari prajurit Keboijo, Ken Arok dan Anusapati. Setelah membunuh Anusapati dengan Mpu Gandring, Tohjaya naik tahta menjadi Raja Singosari.

Setelah menjabat sebagai Raja Singosari selama beberapa bulan, Tohjaya tewas dalam sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh Ranggawuni yang ternyata adalah anak Anusapati. Ranggawuni berhasil membalaskan dendam ayahnya dan menjadi Raja Singosari berikutnya yang bergelar Wisnuwardhana (1248-1268).
Pada masa kepemimpinan Wisnuwardhana, perseteruan yang pernah terjadi antar keluarga didalam dinasti Rajasa itupun berakhir. Wisnuwardhana kemudian menikahi putri eks kerajaan Kadiri yang sudah tamat riwayatnya setelah dikalahkan oleh Ken Arok, pendiri Kerajaan Singosari.
Selama berabad-abad, Jawadwipa selalu dalam kondisi tidak stabli. Daratannya terombang ambing dan timbul tenggelam oleh gelombang samudera. Kalangan dewata di kahyangan pun dibuat pusing tujuh keliling, sampai akhirnya muncul sebuah ide dari Betara Guru.
"Jawadwipa, harus diberi pemberat, biar tidak terus terombang-ambing," ujar Betara Guru mengungkapkan idenya. "Mahameru yang ada di Jambhudwipa (India), harus dipindahkan ke Jawadwipa," lanjut sang Betara.
Para dewata pun akhirnya sepakat dengan ide dari Betara Guru tersebut, maka dimulailah proses pemindahan Gunung Mahameru ke Pulau Jawa. Namun, dalam proses pemindahannya itu, bagian demi bagian dari gunung tersebut tercecer sepanjang perjalanannya, hingga menjadi gunung-gunung lain di Jawa yang diantaranya adalah Kampud atau Kelud.
Sedangkan ceceran lainnya membentuk Gunung Katong (Lawu) Wilis Kawi, Arjjunai (Arjuno) dan Gunung Kemukus (Welirang). Lantaran banyak yang tercecer itulah Mahameru tidak bisa berdiri dengan tegak, sehingga Mahameru diletakkan dalam posisi agak miring dengan menyandar pada Gunung Brahma (Bromo), hingga akhirnya menjadi Gunung Semeru (Semeru) sedangkan puncah Mahameru didirikan yang kemudian menjadi Pawitra atau Gunung Penanggungan.
Beberapa yang dianggap sebagai bentuk penampakan saat Gunung Kelud meletus
Tentang keberadaan Gunung Kelud itu, konon, di kawah gunung itu hingga kini terbaring keris Mpu Gandring yang dibuang oleh Wisnuwardhana untuk membuang roh dan aura jahat dari keris Mpu Gandring tersebut.
Terlepas dari percaya atau tidak dengan kisah legenda itu, akan tetapi banyak masyarakat yang terlanjur mempercayainya. Meski begitu, sejarah telah mencatat bahwa keris tersebut sepanjang perjalannya memang haus akan darah.